Rabu, 03 Juni 2015

Sampah : Tantangan dan Peluang




Sampah : Tantangan dan Peluang

Oleh: Taufik Rahman


            Menurut data BLH kota Banjarmasin, Banjarmasin merupakan kota dengan ketinggian -0,16 M Diatas Permukaan Laut (DPL), artinya itu menunjukan bahwa sebenarnya air laut lebih tinggi 16 Cm daripada daratan dan kota Banjarmasin secara umum. Dengan tingkat ketinggian tersebut Kota Banjarmasin merupakan wailayah yang rawan terkena banjir jika tidak dirawat dan dikelola dengan baik.
            Tapi sungguh ironis saat kita membandingkan data dengan perilaku masyarakat Kota Banjarmasin itu sendiri. Masyarakat kota dengan maskot ikan Kalabau dewasa ini seakan tidak peduli terhadap keadaan yang sedang menjadi masalah dikotanya. Bagaimana tidak menurut Hamdi Ketua BLHD Kota Banjarmasin, kota dengan penghasilan sampah 650 kubik perhari itu hanya 60 % membuang sampahnya ke TPA, 40 % sisanya bertebaran tidak menentu, ada yang membuangnya kejalan, kesungai, membakarnya, dan lain sebagainya.
            Yang paling parah adalah ketika sampah-sampah itu di buang kesungai atau dibakar. Saat sampah-sampah dengan kuantitas besar itu dibuang ke sungai dan ditambah dengan ampah ( berupa: eceng gondok, kai apu, kumpai, dahan pohon, ranting dsb) yang ada sebelumnya disungai maka akan berpotensi menyumbat aliran sungai. Akibatnya jelas Aliran sungai yang tersumbat oleh sampah itu akan memicu banjir dan rusaknya sistem dreinase jika dibuang ke got atau gorong-gorong. Selain itu sampah berupa bekas bahan kimia tertentu yang dibuang kesungai juga bisa mengakibatkan matinya hewan-hewan laut yang akan berujung pada ketidak seimbangan sistem ekosistem sungai. Bahan kimia itu juga bisa dimakan oleh zoo plankton yang kemudian akan dimakan oleh ikan lalu dimakan oleh manusia sendiri. Alhasil jika terus menerus mengosumsi ikan yang sudah tercemar bahan kimia dari sampah selama kurun waktu tertentu bisa saja mengakibatkan penyakit dan kematian bagi masyarakat itu sendiri hanya karena membuang sampah sembarangan.
            Setali tiga uang dengan membuangnya kesungai, membakar sampah pun juga tidak kalah akibat buruknya. Bagaimana tidak? Hasil pembakaran berupa karbon dioksida merupakan salah satu senyawa yang berperan aktif menipiskan lapisan ozon di permukaan atmosfer. Semakin tipisnya lapisan ozon maka akan semakin panas bumi yang kita tinggali ini.
            Tetapi membuang sampah dengan cara demikian disadari atau tidak merupakan cara paling disukai oleh masyarakat Kota Banjarmasin. Khususnya masyarakat yang di wilayah temapat tinggalnya tidak ada TPS (Temapat Pembuangan Sampah) atau masyarakat yang tinggal dipesisir sungai Barito yang masih tergolong urban.
            Pertanyaannya sekarang adalah siapa yang harus bertanggung jawab ketika akibat-akibat buruk karena membuang sampah semabarangan itu menjadi kenyataan? Pemerintah Kota, Badan Lingkungan Hidup, Dinas Pertamanan,  Mahasiswa, atau masyarakat itu sendiri, secara nyata tidak ada dari semua unsur itu yang dapat dimintai pertanggung jawaban terhadap semakin rusaknya lingkungan secara langsung. Tetapi secara moril semua pihak itu mau tidak mau adalah pihak yang bertanggung jawab terlepas dari bagaimanapun cara membuang samaphnya.
            Kondisi lingkungan dan cara membuang sampah itu tidak bisa kita perbaiki hanya dengan mengharapkan pihak lain untuk membuangnya secara teratur di temapt sampah atau mengelolanya dengan baik. Tetapi semua itu harus dimulai dari keasadaran masyarakat itu sendiri sebagai khalifah yang bertanggung jawab langsung kepada Tuhannya dari sisi agama, atau sebagai individu yang meninggali suatu tempat terhadap kebersihan dan kelestarian lingkungan dari sisi sosial. Dengan adanya kesadaran dari dalam diri sendiri maka tidak akan sulit untuk mengelola sampah yang begitu besarnya saat tugas itu hanya dibebankan kepada Pemerintah Kota.
            Selain keadaran pribadi untuk membuang sampah pada temaptnya dan sebagai mana mestinya, pengelolaan sampah juga harus dilakukan dengan sistem pemilahan yaitu sampah kering dan basah. Sampah yang tergolong basah bisa dijadikan pupuk untuk tanaman sedangkan sampah kering bisa disetorkan ke Bank Sampah untuk dijadikan uang.
            Bank Sampah adalah sebuah sistem pengelolaan sampah modern yang dijalankan oleh swadaya masyarakat atau mahasiswa dengan menaksir harga sampah lalu menjadikannya saldo direkening nasabah yang menyetorkan sampahnya. Setelah terkumpul saldo itu bisa diambil oleh si nasabah sebagai keuntungan
            Penyetoran sampah kering ke Bank Sampah ini jika disadari dan dipahami betul oleh masyarakat maka akan menciptakan sebuah sistem ekonomi kerakyatan dengan perputaran uang yang besar dan tidak pernah berhenti setiap harinya dikalangan masyarakat Kota Banjarmasin.
            Artinya, sampah yang tadinya adalah sumber bencana jika bisa dikelola dan dimanajamen dengan baik akan menjadi sumber penghasilan bagi masyarakat itu sendiri. Hal ini bisa terjadi saat kita semua mengubah cara pandang kita kepada sampah. Dari biang masalah menjadi sumber berkah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar