Divede Et Empera :
Halusinasi Quo Vadis Ideologi
Oleh : Taufik Rahman
Fak/Jur : Syariah dan
Ekonomi Islam/ Hukum Keluarga
Dalam kehidupan rakyat indonesia sebagai bangsa yang
besar, maka sudah menjadi kodrat bagi bangsa ini untuk hidup dalam pluralisme, multikulturisme,
dan harmoni dalam ke bhinekaan yang satu. Maka dari pada itu, sudah
semestinyalah bagi kita sebagai rakyat Indonesia untuk tetap dan selalu menjaga
identitas keberagaman dan persatuan itu sebagai pondasi dari sebuah pekerjaan
untuk membangun bangsa besar yang tangguh.
Namun, pada kenyataannya untuk menjaga dan memelihara
hal-hal tersebut pada implementasinya tidaklah mudah dan penuh dengan
tantangan. Yang celakanya, tantangan tersebut menyeret nilai-nilai SARA yang
salah di tafsirkan oleh sebagian oknum sehingga seakan-akan ajaran agama lah
yang menghendaki hal demikian dan membuat pergesekan antar umat beragama dan
suku di Indonesia semakin tegang dan meruncing.
Sebut saja ISIS (Islamic State of Irak and Syuriah),
paham negara islam yang di usung oleh kelompok dan gerakan ini, yang membawa
islam sebagai dasar pergerakan meraka perlahan namun pasti telah menyebarkan
konsep Negara Islam dengan berlandaskan Khilafah di Indonesia.
Lalu, apa yang salah dari gerakan ini ?. Dengan mencoba
menawarkan sebuah konsep Khilafah, yaitu negara-negara hidup di bawah sistem
satu atap (one roof system)
kekuasaan. Maka, hal tersebut di sadari atau tidak, secara langsung atau tidak,
telah membahayakan pancasila sebagai ideologi plural yang merupakan harga mati
bagi Bangsa Indonesia.
Di lain pihak, dengan adanya ISIS yang terus di ekspos
oleh media yang pemberitaannya terus memojokan ISIS sebagai kelompok radikal
tak kenal belas kasih, menolak demokrasi, melanggar HAM, dan teroris. Maka
secara langsung atau pun tidak langsung hal tersebut akan membentuk opini
publik akan buruknya sebuah ajaran agama, terutama Islam.
Dengan terbentuknya public
opinion yang keliru akan
pemahaman mendasar tentang Islam dan Pancasila, maka perjalanan kita akan
sampai di sebuah persimpangan (quo vadis)
ideologi, yang menurut sebagian orang merupakan dua hal yang tidak dapat
disatukan, dan salah satunya harus tersingkirkan. Pemahaman yang keliru inilah
yang kita sebut sebagai halusinasi yang memecah belah. Memecah belah persatuan
umat yang berbangsa dan bernegara.
Lalu, bagaimana cara kita sebagai warga negara dan umat
beragama yang baik memecahkan problematika pelik dan mengancam kesatuan dan
persatuan baik kita sebagai bangsa Indonesia maupun umat beragama?.
Untuk menyelesaikan masalah diatas, kita dituntut untuk
memahami dan mengerti apa itu Islam dan Pancasila.
Kalau kita bicara soal Islam, maka kita sangat mengenal
dengan istilah “rahmatan lil alamin”
artinya ialah agama yang menjadi rahmat untuk sekalian alam, agama yang ajarannya
selalu menekan kan kepada kasih dan sayang kepada sesama manusia, baik itu
muslim maupun nonmuslim. Bahkan, ketika Islam baru muncul dan Nabi Muhammad
membangun Madinah, beliau membuat sebuah konstitusi yang menjamin kebebasan dan
menghargai pluralitas umat beragama. Menjalankan musyawarah yang merupakan
cermin dari nilai demokrasi dan sekarang menjadi sistem ketatanegaraan di
Indonesia.
Kemudian juga, Al-qur’an menawarkan prinsip syura, yaitu
bahwa Nabi menaati syura kaum
muslimin pada waktu Perang Uhud jelas menunjukan bahwa bibit demokrasi terdapat
pada sunnah Nabi sebagai realisasi Al-quran ditas. Kemudian pada pertemuan di
Balai Bani Sa’idah setelah wafatnya Nabi dan mengangkat Abu Bakar menjadi
pemimpin yang juga menggunakan sistem syura.
Karena konsep syura merupakan gagasan politik utama dalam
Al-quran, maka sistem politik demokrasi nampaknya lebih dekat kepada cita-cita
qurani. Meskipun ia tidak semestinya identik dengan praktek demokrasi barat.
Tetapi, nilai yang di usung oleh ajaran Islam dan nilai demokrasi memiliki
semacam kesamaan.
Lalu, kalau kita bicara tentang Pancasila, maka pancasila
merupan sebuah ideologi yang sebetulnya telah ada jauh sebelum negara ini
merdeka, sebuah ideologi yang merupakan cerminan karakter dari identitas bangsa
Indonesia sebagai bangsa yang plural. Namun penyusunan nilai-nilai itu baru di
tuangkan pada tahun 1945 dengan di buatnya Piagam Jakarta. Dan bukankah
generasi muslim angkatan 45 seperti Ki Haji Agus Salim, telah memberikan contoh
yang nyata tentang betapa luhurnya nilai-nilai yang di miliki oleh islam dengan
lapang dada menerima penggantian sila pertama dari Pancasila yang sebelumnya
berbunyi “Kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya” menjadi
“Ketuhanan yang Maha Esa”.
Artinya, setelah kita telaah dua paparan diatas, maka
sebetulnya persimpangan ideologi itu hanya halusinasi yang berpotensi membuat
bangsa kita menjadi terpecah belah.
Antara Islam dan Pancasila tidak pernah ada persimpangan
ataupun arah yang berlawanan satu sama lain, tetapi di dalam keduanya terdapat
sistem nilai yang inklusif (merangkul semua pihak) dan menghargai betapa
pentingnya toleransi dalam pluralisme.
Masalah yang ada sekarang adalah adanya oknum-oknum yang
memahami Islam dan Pancasila serta nasionalisme secara parsial dan sempit
sehingga mengatakan pemahan dan penafsiran merekalah yang dianggap paling benar
dan hal ini jelas mengancam kesatuan kita sebagai bangsa Indonesia dan umat
beragama.Maka dari itu, kita sebagai pemuda dan warga negara yang baik harus
memiliki sikap nasionalisme dan bela negara dengan cara, menghormati setiap
perbedaan yang ada, menjunjung nilai-nilai universal plural yang dimiliki
Pancasila di atas segalanya, karena sebetulnya nilai-nilai yang di tawarkan
oleh The Founding Father kita dalam
Pancasila merupakan penjelmaan dari nilai agama.
Dan yang kita tekankan adalah apabila hal tersebut telah
mengusik Pancasila dan mengancam persatuan kita sebagai bangsa maka hal itu lah
yang kita sebagai pemuda tangkal dan lawan dengan memasang dada di garda depan
sebagai agen kontrol sosial (agen of
social control).Tetapi pertanyaannya adalah, apakah nasionalisme saja cukup
?
Tidak, kita sebagai pemuda
harus di dukung oleh kemampuan yang tangguh, dengan cara kita harus memahami
dan mengerti secara mendalam tentang ideologi Pancasila dan ajaran agama,
mendalami setiap pengetahuan, baik itu teoritis dan praktis. Karena hanya
dengan akumulasi dari Pancasila dan ajaran agama yang berjalan secara
berdampingan serta di sokong oleh kemajuan pengetahuan sebuah negara akan
menjadi besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar