Selamat malam dan salam
sejahtera bagi kawan-kawan yang selalu setia dan sudi untuk berkunjung ke lapak
sederhana saya ini.
Berakhir sudah pekan
Rajabiyyah Ma’had Al-jamiah IAIN Antasari Banjarmasin, kegiatan dengan
bertemakan : “Sambut Rajabmu dengan Prestasi dan Jalinan Ukhwah Islamiyah dalam
seribu satu Kompetisi” ini mempertandingkan berbagai cabang lomba dari 18-27
April 2014 menyuguhkan berbagai aksi dan tontonan yang berkualitas dalam
suasana yang sangat kompetitif dari berbagai peserta, yakni : Wisma 1,2,3, dan
4 Ma’had Al-jamiah IAIN Antasari Banjarmasin.
Adapun sebagai anggota dari
Wisma 3, saya tidak mau melewatkan event kali ini hanya dengan menjadi penonton
saja. Dalam kesempatan kali ini saya mengikuti dua cabang lomba, yaitu Syarhil
Qur’an dan Mengarang Cerpen.
Untuk lomba Syarhil sendiri
sebetulnya keikutsertaan saya hanyalah sebagai pelengkap dari 5 orang yang
sudah mendaftar sebelumnya, dengan tanpa modal sama sekali dan tidak ada
pengalaman yang berarti dibidang ini saya putuskan untuk ikut, dan hasilnya
mudah ditebak. Kalah.
Selanjutnya, saya adu saja
peruntungan dibidang tulis menulis. Tapi untuk bisa jadi peserta di pekan
Rajabiyah Ma’had bukanlah perkara enteng, di Wisma 3 sendiri memberlakukan
sistem seleksi bagi peserta yang hendak ikut dipekan Rajabiyyah. Tak terkecuali
cerpen.
Di tahap seleksi internal
Wisma saya harus bersaing dengan kira-kira 5-8 orang teman saya yang mengajukan
naskah seleksi, dengan naskah “Negeri Dongeng’’ Saya berhasil menjadi
perwakilan Wisma 3 di cabang cerpen.
Kriteria yang mewajibkan
membawa tema tentang asrama oleh panitia membuat saya kehilangan sedikit ide
dalam mengarang cerpen. Betul sekali, tidak seperti seleksi Wisma 3 yang
membebaskan tema dalam cerpen, kali ini saya harus ekstra thinking.
Sehingga setelah seharian bekerja ekstra, akhirnya selesai
juga Cerpen untuk pekan Rajabiyyah dengan judul Cerpen “Sermone Farcalis” yang
terinspirasi dari sosok filsuf yunani, Socrates.
Sampai tibalah pengumuman,
dan Cerpen dengan Naskah yang saya ajukan ini pun berhasil meraih peringkat
kedua di Pekan Rajabiyyah Ma’had Al-Jami’ah IAIN Antasari Banjarmasin 2014.
Adapun, naskah cerpen yang
saya ajukan di seleksi Wisma adalah :
Nama : Taufik Rahman
NIM : 1301110068
Fak/ Jur : Syariah / Hukum Keluarga
Kamar : A8
Negeri Dongeng
Disuatu
tempat nan jauh diujung tenggara benua Asia, terdapatlah sebuah Negara besar
yang dilintasi Equator, negrinya para pejuang, petarung, dan para pahlawan,
negeri yang memiliki berbagai macam keindahan, sebuah Negara yang tersusun dari
lima pulau besar yang dihuni berbagai suku bangsa. Orang-orang menyebut negeri
ini dengan sebutan Kokunesia. Kokunesi adalah negeri yang sangat damai dalam
kemajemukan.
Barneo,
Andalus, Batvea, Lewisi , dan Nuginea. Barneo adalah pulau terbesar di Kokunesia,
Pulau sekaligus Provinsi Barneo terletak tepat ditengah-tengah negeri.
***
Isakan
tangis tak tertahankan pabila kau mendengar suaranya, tersedu-sedu. Tidak
adalagi yang dapat diperbuat oleh gadis 21 tahun ini.
“Mengerti
apa kau tentang hidupku”. Bantah Nayla.
“Ini
demi masa depanmu sayang, ”Lelaki paruh baya itu dengan suara yang agak datar.
“Kau
tahu apa tentang hidup? sikap menolakmu ini tidak mempunyai alasan. Banyak
orang yang panjang pengalamannya tapi tk kunjung belajar, namun tak jarang
pengalaman yang pendek mencerahkan sepanjang hidup. Aku, Ayahmu memiliki dua
hal itu. Pengalaman-pengalamanku yang panjang dan sepanjang itu aku belajar. Ku
mohon sayang, turuti saja, kali ini saja.” Lanjut lelaki itu sebelum semuanya
menjadi tenang.
Tamparan
Jauhari membuat pingsan Nayla. Anaknya.
***
Seperti
Zainuddinnya Hamka di Tenggelamnya Kapl van Der Wijk, Stephennya di Magdalena,
Jimnya Tere Liye di Sang Penandai, atau bahkan Romeonya Shakespeare di
sandiwara tragedinya. Samsul Bahri merasakan pengalaman yang sangat
menyedihkan, lebih menyedihkan dari keempat tokoh fiktif rekaan tersebut. Sms
yang diterimanya seminggu yang lalu ternyata adalah pesan perpisahan dari sang
kekasih.
“Saat
inilah jika rasa yang selalu kau umbar adalah benar, tapi percayalah, aku tidak
pernah merasakan sedikitpun keraguan kala kau mengatakannya. Kutunggu kau dalam
3 hari ini, saat menyatakan perasaan itu kehadapan Ayahku, atau jika tidak,
antara Pejabat dari Batvea dengan Kau
tidak akan pernah melihatku lagi untuk selamanya. Tidak akan.” Begitulah bunyi
SMS yang diterima Samsul.
Menerima
pesan yang bernada ultimatum sekaligus harapan itu Samsul tidak tahu apa yang
dapat diperbuatnya. Gaji honor yang diterimanya sebagai guru di sekolah
madrasah tentu tidak akan cukup untuk mahar. Apalagi melangsungkan acara
perkawinan. Satu-satunya yang iya yakini saat ini ialah, iya sangat yakin Nayla
tidak akan pernah menjadi pasangan hidupnya. Hanya itu.
Dan
Ternyata Nayla tidak main-main dengan pesan yang dikirimnya.
Sebelum
matahari muncul dari tempat persemayamannya, dinginnya embun shubuh di Desa
Kapucahan sangat tidak tertahankan. Memang pagi di Pulau Barneo terkenal sejuk,
saking sejuknya sampai menusuk ke dalam sumsum.
Aliran embun turut mengalir bersama
suara lantunan Adzan Shubuh, dinginnya pagi ini tidak menyurutkan niat
orang-orang desa menuju kemenangan, menghadap Tuhan. Di tengah harmoni aliran
suara adzan dan derap kaki para warga yang mendatanginya, seakan-akan suara
lekikan teriakan pria setengah baya merusak semua itu. Orang-orang terkejut.
Lekikan suara itu segera membuat
warga membelokan langkah kaki dari semula menuju masjid, pergi mengejar sumber
suara.
***
Tangisan pria paruh baya didepan
ranjang putrinya yang sedang tertidur dengan meronta-ronta menjadi tontonan
yang dirasakan sangat aneh oleh warga. Pa Jauhari seorang kaya didesa Kapucahan
ini seumur-umur tidak pernah menagis seperti saat ini.
“Tenanglah pak, ada apa ?” Tanya
Hasan si Kepala Desa, dengan penuh keheranan.
“Nayla, lihatlah…..” dengan
terbata dan isak tangis, Pa Jauhari mencoba menjelaskan.
Wajah putih bersih tanpa noda itu
terlihat pucat pasi, tidak bereaksi sama sekali terhadap keributan yang dibuat
oleh pak Jauhari. Bukan, gadis ini tidak tidur, busa-busa kecil menutupi bibir
indahnya, Nayla bunuh diri dengan meminum racun serangga.
Dia sama-sekali tidak main-main dengan
ucapannya yang iya kirimkan kepada Samsul.
****
Apakah
hal yang terpenting dalam kehidupan ? Jika kita bertanya kepada sn. Jika kita seseorang
yang sedang kelaparan, jawabnya adalah makanan. Jika kita bertanya kepada
seseorang yang sedang kedinginan, jawabannya adalah kehangatan. Jika kita
ajukan pertanyaan yang sama kepada orang yang merasa kesepian dan terasing,
jawabnnya barangkali adalah ditemani orang lain.
Begitulah
relatifitas kehidupan, sama relatifnya dengan perasaan yang diraskan oleh
Samsul, desas-desus cibiran terhadapnya yang dituding sebagai biang penyebab
kematian Nayla oeh tetangga membuat hati dan akalnya goyah, imannya mulai tak
sanggup menghadapi semua itu. Sekarang pikiran keruhnya hanya memikirkan
bagaimana dia bisa pergi dari Kapucahan atau hijrah ke kota.
Otaknya
serasa hampir mau pecah karena masalah yang dihadapinya. Bulat sudah tekad
Samsul untuk pergi dari desa yang sudah tidak lagi bersahabat. Dalam pikirnya
menguatkan hatinya untuk pergi bahwa, bukankah nabi Besar pun pernah pergi
meninggalkan Mekkah sewaktu menyiarkan agama besar ini, lalu apa salahnya
dengan dirinya saat ini, sah-sah saja jika iya pergi meninggalkan semua
masalahnya. Tidak masalah.
***
Paripurna
sudah semua tekad dan hasratnya untuk pergi dari Kapucahan. Ke esokan harinya
saat kabut tebal masih menghalagi keelokan gunung-gunung yang memesona di
seluruh Barneo, Samsul Bahri pergi meninggalkan kampung yang tak lagi
bersahabat itu, terseok memanggul ransel dan menyeret koper butut yang berat,
berjalan bagai pasukan yang kalah perang.
Berjalan
menuju rumah Ashlan yang berada di desa Parayangan dirasakannya sangatlah
berat, ya, hanya Ashlan lah yang dimilikinya, teman dekatnya, sahabatnya, Tidak
ada yang lain lagi.
Ashlan
Magdar nama lelaki itu. 22 tahun. Tipikal pekerja keras, sama seperti Samsul,
Ashlan juga sorang guru madrasah. Namun kehidupannya tidaklah sesulit Samsul
yang hidup semata-mat dari gaji honor, Ashlan memiliki kehidupan yang cukup
mapan, ayahnya seorang ternama lagi kaya raya di Parayangan.
***
Delapan
jam perjalanan telah berakhir, sampailah sudah dua lelaki dengan menggunakan
sepeda motor di kota Bandarmasih. Ashlan menghentikan sepeda motornya di
Terminal Pramuka.
“Terima
kasih kawan….” Ucap Samsul dengan bersahaja.
“Ini
bukan apa-apa Sul”, sahut Ashlan
“Kemana
tujuan mu di kota Megapolitan ini ?” sambung Ashlan bertanya.
“Namanya
Pa Jumhar Asbath, dia kenalan kakekku. Sawaktu masih hidup Kakekku pernah
bercerita kalau suatu saat aku mengalami kesulitan di Kota Bandarmasih maka
pergilah ke Tuan Jumhar.” Jelas Samsul
“Sekarang
kau tahu dia dimana ?”
“Dia
ada gedung Partai Khilafah Islamiyah”
“akan
ku antar kau kesana” Ucap Ashlan
***
“Dia
memang orang baik,”ingat Jumhar kepada Samsul
“Kepedulian
kecil kita di hari ini sedikit banyak tentu akan berdampak sesuatu dimasa
depan, apalagi kepedulian besar yang kita wujudkan. Itulah yang kakekmu ajarkan
kepadaku” Lanjut lelaki berkepala enam itu.
***
Empat
tahun sudah Samsul tinggal dengan orang yang sama sekali baru dikenalnya, tapi
dalam benaknya, Syeikh Jumhar Asbath begitulah iya dipanggil oleh para
simpatisan partai yang dibinanya, Partai Khilafah Islamiyah. Partai ini sangat
menginginkan terciptanya pemerintahan berbasis syariah di negeri Kokunesia.
Sebagai
bagian dari partai ini, Samsul membuktikan kepiawaiannya dalam kancah
perpolitikan dan bagaimana cara
mempengaruhi masa. Dalam kurun enam bulan ini, dia bukan lagi Samsul yang
kesulitan ekonomi dan dilecehkan orang-orang. Karir politiknya menanjak dengan
signifikan.
***
Hasil
pemilu yang sangat tidak diharapkan oleh Partai Khilafah Islamiyah, Partai
Nasional Kokunesia menangguk sekitar 60 % suara total, sedangkan Partai
Khilafah Islamiyah hanya meraih 25 % suara. Tentu saja bagi kalangan petinggi
Partai khilafah Islamiyah hasil pemilu ini sangat janggal dan tidak dapat
diterima begitu saja. Dari lima provinsi, seharusnya Cuma Batvea dan Nugenia
yang tidak memilih Partai Khilafah Islamiyah.
***
Tiga
hari setelah pemilu, Syeikh Jumhar Asbath ditemukan tewas tertembak. Hal yang
sangat sulit bagi Samsul dan seluruh anggota partai, tidak mudah menghadapi
kondisi seperti ini, pimpinan, panutan, dan pembimbing mereka sudah tiada.
Dibunuh.
***
40
hari sudah, kekecewaan terhadap hasil pemilu yang dinilai sarat akan kecurangan
dan terbunuhnya Syeikh secara misterius membuat para kader dan simpatisan
Partai Khilafah Islamiyah berang, baik itu yang ada di Bandarmasih, maupun 2 provinsi besar lain.
***
Muktamar
yang dilaksanakan secara mendadak setelah wafatnya sang Syeikh, memunculkan
suara mutlak menunjuk Samsul sebagai ketua umum partai, hal itu dinilai karena
kedekatan emosionalnya dengan sang syeikh, tapi bukan saja hal itu yng
membuatnya dipilih sebagai ketua umum, tentu saja kapabilitas dan kualitasnya
sebagai seorang pemimpin partai.
***
Demonstrasi
besar-besaran terjadi di hampir semua
wilayah Kokunisia, Mahasiswa, Masyarakat Umum, menuntut pembatalan hasil
pemilu yang dilaksanakan oleh Pemerintah. Demonstrasi ini di dalangi oleh
partai Khilafah Islamiyah yang di ketuai oleh Samsul.
Para demonstran menuntut akn memisahkan diri dari
Negara kesatuan Kokunesia jika tuntutan itu tidak kabulkan.
H yang jkug***
“Kami
akan memisahkan diri dari Kokunesia jika tuntutan itu tidak dipenuhi oleh
pemerintah Kokuniesia” Buka Samsul yang dating sebagai delegasi Partai Khilafah
Islamiy mewakili tiga Provinsi besar (Barneo, Lewisi, dan Andalus) yang sudah
berada dipihaknya.
“Kokunesi
adalah harga mati, setiap yang menginginkan memisahkan diri dari negeri ini
adalah perbuatan makar” balas Raditya Fehu sebagai perwakilan Negara.
Raditya
Fehu adalah presiden terpilih yang dipilih dari sidang wakil rakyat beberapa
bulan lalu. Fehu sendiri merupakan anak dari mantan Presiden Kokunesia, Pa
Cinta Harta.
Selama
32 tahun memimpin Kokunesi Cinta Harta dikenal sebagai “Bapak Pembangunan”,
tapi itu Cumalah sebuah kalimat yang tidak berarti jika dilihat dari banyak
kejahatannya terhadap negeri ini. Harta adalah presiden paling korup sepanjang
sejarah Kokunesi, iya banyak melakukan pelanggaran HAM, dan yang paling
terkenal adalah pasukan khususnya yang bertugas menembak orang-orang yang
mencoba mengkritisi kepemimpinannya. Hah masa lalu yang kelam bagi sebuah
negeri sebesar Kokunesia.
“Bagaimana
jika hal itu di inginkan oleh 3/5 rakyat dari negeri ini ? ” Balas Samsul.
“Jika
tuntutan itu tidak terwujud dalam 3 hari, maka Andalus, Barneo, dan Lewisi
adalah Negara yang merdeka .” ancam Samsul
***
Perundingan
tersebut tidak menuai kesepakatan apa-apa.
***
“Merdeka.”
“Merdeka”…. Teriakan-teriakan dari rakyat-rakyat di tiga pulau di Kokunesia
secara bersamaan setelah pembacaan Persatuan Konfederasi 3 pulau oleh Pemimpin
gerakan Khilafah islamiyah, Samsul. Memang setelah merasa dicurangi dalam
pemilu, Partai Khilafah Islamiyah berubah haluan dari semula hanya sebuah
partai berasas Islam, menjadi sebuah gerakan Radikal Islam.
Keberhasilan
memisahkan diri dari Kokunesia tentu juga tidak akan dapat gerakan ini jalankan
sendiri. Partai Khilafah Islamiah (PKI) memang sebuah partai yang pandai
melakukan konsolodasi politik, dalam hal ini bagian Humas mereka Zainul Abidin
lah orang yang dapat menguasai dan mempengaruhi pemikiran dari Panglima Mileter
di ketiga pulau.
Di
zaman presiden Harta, mileter sangat dimanjakan dengan menerima sekitar 10 %
dari APBN sehingga membuat militer terkesan kuat, sedangkan di zaman Raditya
Fehu, anggaran itu di tiadakan. Militer dalam setiap latihannya hanya mendapat
sekitar 12 peluru per tahun. Sungguh sangat mengecewakan untuk negeri sebesar kokunesia.
Memanfaatkan
hal itu, Zainul menjanjikan kepada para Panglima apabila ketiga pulau bebas
dengan bantuan militer, maka Negara akan menjamin setiap keperluan senjata dan
perlengkapan tentara.
***
10
Bulan membebaskan diri dari Negara Kokunesia, rakyat Barneo, Lewisi, dan
Andalus harus merasakan kesulitan hidup yang tidak pernah mereka rasakan saat
masih berbentuk Negara kesatuan. Harga bahan pokok menjadi tidak stabil,
pencurian terjadi dimana-mana, dan kemerdekaan yang di janjikan oleh Gerakan
Khilafah tak juga memberikan perubahan apa-apa terhadap hidup dan kehidupan
rakyat.
Puncaknya,
saat itu embun turun sangat lebat, kabut yang tebal membuat jarak pandang hanya
mampu menembus jarak 3 meter. Tapi tiba-tiba, terdengar suara tembakan yang
bergemuruh dikediaman pemimpin tertinggi gerakan, samsul. Ia, Samsul diserang
oleh para pendukungnya yang kecewa. Letupan-letupan senjata itu membabat habis
semua orang yang dilewatinya. Samsul yang mendengar letupan-letupan senjata
api, langsung bergegas mencoba berlari dari senjata-senjata maut tersebut.
Dor…..,
tembakan yang didengarnya ini terasa lebih dekat dengannya. Langkahnya
terhenti, Samsul merasakan dingin yang lain dari biasanya, dingin itu segera
menjalar diseluruh tubuhnya. Dadanya tertembak. Samsul pun terjatuh, iya tak
mampu lagi menahan beban tubuhnya.
***
Sayup-sayup,
Samsul mencoba agar iya tidak memejamkan
matanya. Diantara ajal dan kehidupan, Samsul kembali terkenang akan masalalunya
yang kelam,dan kini iyapun harus menutup akhir perjalanan hidupnya dengan
sebuah peluru yang menembus dadanya.
***
Lalu,
Taufik membalik lagi halaman buku yang baru dibelinya itu. Halaman 240.
Kosong…. Tak ada lagi kisah selanjutnya, sang penulis pun tidak mengatakan kisah
Negeri Dongeng ini selesai. Apa yang terjadi selanjutnya, bagaimana nasib sang
pemimpin Gerakan Khilafah Islamiyah, bagaimana nasib Kokunesia. Tidak jelas,
kabur.
Lepas
dari cerita yang mengambang, Taufik mengerti bahwa perubahan yang di
cita-citakan oleh Samsul dengan PKI nya adalah sebuah kesalahan, menyeret agama
sebagai tameng hasrat akan keinginan kekuasaan membuat mereka buta, dan tidak mengerti akan esensi dan hakikat
dari sebuah amanah. Tapi yang jelas Taufik juga paham bahwa siapapun bisa menjadi
Agent Of Change, tak peduli dari mana
iya berasal, bagaimana masalalunya selama perubahan itu selalu menjadi dambaan
dan keinginan, maka taka da kata mustahil untuk mewujudkannya. Tetapi walaupun
mampu menjadi penggerak perubahan, kadang-kadang lingkungan selalu ingin
menuntut hasil yang instan, dan ini haruslah disadari oleh orang yang ingin
memberikan perubahan, atau perubahan itu sendiri yang akan memakannya, seperti
anak muda dari negeri dongenng, Samsul Bahri.
TAMAT
Nama : Taufik Rahman
Fak : Syariah
Jur: Hukum Keluarga
NIM : 1301110068
Sermone
Farcalis
Pagi sekali, ketika itu sisa-sisa embun masih belum
mengering di untaian daun talas, matahari masih malas bangun dari tidurnya
karena begitu mesranya selimut dari awan kumukus di langit kota Banjarmasin.
Bukan hanya redup, tapi suasananya terlampau gelap, padahal jam sudah
menunjukan pukul 8 tepat.
Seorang pemuda dangan tatapan mata kosong berdiri
menatap gelapnya langit, tatapannya jauh menerawang, tidak ada yang mengetahui
apa yang ada dalam benaknya. Pria tinggi dan agak sedikit gemuk itu bernama
Mahfud. Beberapa hari ini, Mahfud merasakan suasana yang sangat berbeda dari 18
tahun perjalanan hidupnya, sudah tujuh bulan ia menempati Asrama IAIN Antasari,
Ma’had Al-Jami’ah Wisma Putra 3. Ia merasa seperti burung yang masuk dalam
sangkar. Hah, jiwa kebebasan dari seorang anak pindahan asal Jawa.
Merantau ke Banjarmasin untuk kuliah memang bukan
kehendak dari Mahfud, iya dipaksa oleh kakeknya untuk kuliah di IAIN. Padahal
dilihat dari latar belakang jenjang pendidikannya, Mahfud tidaklah pantas untuk
kuliah di perguruan tinggi berbasis agama seperti IAIN. Iya lulusan SMK jurusan
Otomotif, pengetahuan agamanya pun tidak memadai. Namun, kehendak kakeknya itu
bukanlah suatu pengharapan melainkan suatu wasiat yang menurut adat di
daerahnya, hal itu tidak boleh tidak diwujudkan.Kakeknya sudah meninggal.
***
Tidak Seperti biasa, sepulang kuliah langkah laki
Mahfud nampak lesu. Tidak seperti biasanya tatapan sayu itu menghiasi wajahnya
dalam tujuh bulan ini, bagaimana tidak, dua orang temannya Rahmat dan Zain
dikeluarkan dengan sepihak dari asrama oleh Murabbi. Tidak adil. Sungguh.
Sesampainya di depan gerbang asrama dia coba menyandarkan tubuhnya di salah
satu dari enam tiang penyangga balkon, kecamuk pikirannya masih saja tidak
hilang, dilihat dari semua hal yang terjadi beberapa bulan terkahir ini, Mahfud
merasa asrama sudah merampas hak semua orang yang ada didalamnya.
Bangunan dua tingkat inilah yang menampung hampir 130
an mahasiswa semester 1 dari berbagai daerah, arsitekturnya memang tidak terlalu
menawan, tapi warnanya yang hijau Full
Colour terkesan elegan dan segar bagi siapa saja yang melihatnya. Bagian
beranda depan asrama ini memiliki enam tiang penyangga yang berdiri kokoh
menahan beban abadi.
Masuk ke bagian dalam, di bagian ruang tamu terpancang
televisi dan juga sebuah komputer umum bagi mahasantri, dua karpet merah disisi
kanan ruang tamu ini menjadi tempat yang pas bagi setiap mahasantri untuk
mengerjakan tugas atau hanya duduk santai, sementara di sisi kanan ada dua
karpet merah yang berwarna cerah dan terlihat baru, disisi kiri ruang tamu ada
sepasang karpet coklat yang agak tua dan kusam tak terawat. Namun, walaupun begitu,
ruang tamu tetaplah menjadi tempat favorit bagi mahasantri untuk bersantai dan surving karena sinyal wi-fi nya yang kuat ditempat ini.
Sementara itu, bagian bawah asrama terdapat 19 kamar
berseberangan yang disebut lorong Abu Bakar. Lurus menuju tangga dari ruang
tamu terdapat Mushola dan dapur umum disebelah kiri dan kanan tangga. Mushola
di asrama ini tidak difungsikan hanya sebgai tempat sholat, tapi lebih dari itu
Mushola biasanya juga dijadikan tempat pembelajaraan Al-Qur’an bagi mahasantri
yang belajar kepada murabbi dan latihan dari anak-anak theater asrama.
***
Beranjak dari tempat duduknya, Mahfud mencoba memberikan
senyum yang terpaksa untuk menyembunyikan perasaan hatinya kepada mahasantri
lain yang hendak dan datang dari kuliah yang ada di beranda.
Memasuki ruang tamu, Mahfud tidak langsung pergi ke
kamarnya yang ada di lantai dua.iya justeru membelokan langkahnya ke sebelah
kanan lorong Abu Bakar. Mahfud mencoba mengintip kamar A1 yang ada diujung
lorong, tampak kamar tersebut sudah kosong tak berpenghuni. Penghuni kamar A1
sudah dikeluarkan oleh dewan Musrif dan murabbi karena sesuatu hal yang tidak
jelas menurut Mahfud. Iya tidak bisa menerima Zain dan Rahmat dikeluarkan
secara sepihak.
***
Kumandang adzan Isya, segera derapan gemercik air
wudhu mencucur menghantam wajah, tangah, kepala, dan kaki para mahasantri. Tak
terkecuali Mahfud dan dua teman sekamarnya Kamil dan Busra yang bergegas keluar
kamar dari lorong Ali bin Abi Thalib. Kamar mereka tepat berada di ujung lorong
dekat kamar mandi, lorong Ali bin Abi Thalib hanya terdiri dari 12 kamar yang
saling berseberangan. Sementara 12 kamar sisa di sebut lorong Usman ibn Affan.
Langkah cepat mereka sgera sampai di ujung tangga
turun, terlihat nampak oleh Mahfud musyrif Akbar keluar dari kamarnya yang
berada di lorong Umar ibn Affan, terlihat dari perawakannya musyrif ini bisa
dibilang gempal namun berotot. Masih
jelas dalam ingatan Mahfud ketika Akbar hendak berkelahi dengan Kamil karena
masalah Kamil terlalu keras menutup pintu pada waktu Akbar berjalan dilorong
Ali. Tak pelak teguran keras dengan menggunakan nada tinggi dan sumpah serapah dari
Akbar membuat siapapun yang mendengarnya akan terbawa emosi, begitu juga dengan
Kamil. Untung saja perkelahian tidak sampai benar-benar terjadi karena Mahfud
dan Bursa segera melerai keduanya. Namun, karena kejadian itu Kamil disidang
oleh dewan musyrif dengan tuduhan menantang musrif tanpa mendengarkan
penjelasan dari Kamil. Denda administratif dikenakan kepadanya sebesar 50.000
karena di kategorikan sebagai pelanggaran berat.
***
Lorong Umar sendiri terdiri dari 12 kamar yang tidak
bersebarangan, kamar-kamar dilorong Umar berada disamping tangga, sebelah kanan
berada tepat dibelakang lorong Ali, sementara bagian kiri berada dibelakang
lorong Usman.
***
Gerakan harmonis mahasantri dan murabbi yang menadi
imam sholat pada malam itu terlihat hikmat, deruan takbir yang menandai
transisi gerakan dari tkbiratul ihram hingga salam seakan-akan mematikan
seluruh suara yang ada dalam mushala, tak ada apapun selain doa dan pujian
untuk Tuhan.
“Assalamu alaikum warahmatullah..” Murabbi menengok
kan wajahnya kesebelah kanan dan kiri. Menandakan salam, rukun terakhir dalam
sholat. Di ikuti oleh seluruh Mahasantri yang menjadi makmum.
***
Berhenti sudah aktivitas asrama, jam sudah menunjukan
pukul 12 malam. Bunyi detik jam dinding semakin mendominasi keadaan. Tapi tidak
bagi Mahfud, matanya masih saja terjaga, sudah dari pukul 11 tadi iya mencoba
tidur tapi tidak bisa. Peluh dari tubuhnya tak berhenti keluar, gerahnya suhu
udara dalam kamar berukuran 3x5 meter ini mendesaknya untuk meninggalkan kamar
dan dua temannya yang sudah pulas tertidur.
Dari ujung lorong Ali, Mahfud dengan membawa buku yang
baru di belinya dua hari yang lalu menuju balkon yang ada tepat ditengah-tengah
asrama yang menonjol keluar. Dia mengarahkan pandangannya kearah SC(Student Center), yang berada di seberang
sebelah kiri asrama, terlihat aktivitas dari anak-anak Mapala di halaman SC
yang pada malam itu masih beraktivitas, tidak jelas apa yang sedang mereka
lakukan dari penglihatan Mahfud. Tapi yang jelas, betapa asyiknya mereka
berorganisasi, tidak seperti di asrama yang, menjemukan menurutnya. Hanya ada
dua hal yang menurut Mahfud sangat mengasikkan di Asrama ini, yang pertama
bermain futsal di sore hari dan yang kedua adalah akses internet gratisnya,
selebihnya hanya membuang-buang waktu pikir jiwa kebebasannya.
The Lesson,begitulah judul cover buku yang sedang dibaca oleh
Mahfud, sebuah buku terjemahan karya Kingsley G. Ward yang menjadi bestseller di 16 negara. Buku ini berisi
tentang surat-surat Kingley G. Ward seorang
pengusaha sukses yang memiliki tujuh perusahaan besar di Amerika Serikat, kepada
anaknya tentang etika hidup dan bisnis. Buku ini sendiri juga memuat kutipan
– ucapan para filsuf, penyair, pemimpin dan negarawan yang
pemikiran-pemikirannya telah tercatat selama berabad-abad untuk generasi mendatang.
Isi buku ini juga terkesan maskulin disebabkan surat ini sebenarnya
ditujukan dari seorang ayah kepada putranya, karena pada saat surat tersebut
ditulis, anak perempuan Ward tidak tertarik dengan dunia bisnis. Namun buku ini
tetap bisa dijadikan peganan buat para putra dan putri yang berniat terjun
kedunia bisnis.
Buku ini sangat direkomendasikan untuk orang tua
bagaimana mengajarkan memotivasi kepada anak-anak mereka guna mencapai
cita-cita, dan jika kamu adalah seorang anak yang sedang berusaha meraih mimpi,
inilah nasihat-nasihat yang berguna bagi Anda.
Halaman demi halaman di
bacanya dengan santai sambil berdiri di tepi balkon. Saking asiknya membaca,
Mahfud tidak menyadari langkah kaki dari bawah tangga yang sedang menuju naik
ke atas, langkah kaki itu semakin dekat, dan dekat. Hingga.
“Mahfud”. Sapa lelaki paruh baya berumur 50 tahun itu.
“Iya”, jawabnya terkejut
Lelaki itu tidak lain adalah
Murabbi, namanya Abdurrahman, perawakan yang tinggi sedang, berjenggot dan
wajahnya yang khas membuat siapa saja lekas mengenalinya. Murabbi dikenal
sebagai pribadi yang murah snyum, tapi tegas. Saking tegasnya sudah 4 orang
kenalan Mahfud yang dikeluarkan dari asrama.
“Sudah pukul 12, ayo cepat kekamar” seru Murabbi Abdur.
“Dikamar panas sekali bi, gerah” Jawab Mahfud, gentar
takut dihukum.
“Tapi kan kawan-kawan mu yang lain juga tidak ada yang
keluar”.
“Iya bi, tapi…..”
“Ada yang ingin saya bicarakan kepada Abi, tentang Asrama”
Mahfud memberanikan diri.
“Iya silakan, tanyakan saja” jawab Murabbi dengan nada
rendah.
“Saya pikir… Asrama ini sudah sangat tidak adil karena
sudah menerapkan peraturan yang tidak memperbolehkan para Mahasantri ikut
organisasi” Jelas Mahfud ketus tapi agak tersendat.
Sambil melirik buku yang di
pegang Mahfud, Murabbi Menjawab.
“Ada sebuah dalil di dalam Al-qur’an yang mengatakan
bahwa tidak ada paksaan dalam beragama Mahfud, begitupun dengan Asrama.
Sebetulnya tidak ada paksaan untuk masuk kedalam asrama ini.”
“Tapi, ketika kamu sudah masuk kedalam agama islam dengan
menbaca dua kalimat syahadat, maka menjadi sebuah kewajiban bagimu untuk selalu
ada di dalamnya dan mematuhi segala ajaran dan larangan agama ini. Atau jika
tidak maka agama ini akan menghalalkan darahmu jika kau keluar atau membangkan
dengannya.”
“Sama seperti Asrama, asrama
dalam hal ini sangat memperhatikan keutuhan dan kelangsungan kegiatannya,kalau
asrama memberikan porsi untuk para mahsantri maka kami takut kalau-kalau
kejadian seperti tahun-tahun belakangan terjadi lagi, para mahasantri banyak
yang kabur saat jam malam, mengantuk saat pembelajaran dan banyak kegiatan
asrama yang terkesan dispelekan,
lagiankan sebelum masuk ke asrama ini, bukankah kami sudah menyodorkan kontrak
perjanjian ?”
Mendengar jawaban yang begitu rinci, Mahfud sudah tidak
ada dapat berkata apa-apa lagi. Tapi, tetap saja… iya merasa asrama masih tidak
adil.
“Lalu bagaimana dengan Rahmat dan Zain Bi,,,, Mereka di
keluarkan oleh anda dengan sepihak ?, bukankah dulu saat Fahmi kehilangan
uangnya dan anda tahu siapa malingnya, mengapa tidak dikeluarkan ?”
“hahahhahahahha…..” Murabbi tertawa lepas, seakan-akan
itu adalah pertanyaan konyol yang tidak mestinya di jawab.
“Mahfud,, Mahfud,, kamu pikir kami tidak tahu apa yang
dua orang itu lakukan ??”
“Mata kami ada dimana-mana, Rahmat dan Zain sudah sering
memanjat pagar di waktu shubuh. Nah, lalu kamu pikir, datang dari mana mereka
????” Tanya Murabbi, yang sudah menyimpan jawaban.
“kemana…..?????” Mahfud heran.
“Kamu lihat tulisan BOEC di seberang ??? kesana mereka
pergi bersenang-senang” sambil menunjuk ke arah Hotel Banjarmasin Internasional.
“bukan hanya sekali, tapi sudah hampir setiap malam rabu.
Hal itu juga di amini oleh para satpam di gerbang depan yang sudah kami kontak
untuk mengintai para mahasantri. Jadi ketika mereka beralasan malam itu
terlambat pulang ke asrama karena pecah ban, tidak ada lagi alasan kami untuk
percaya” jelas Murabbi dengan lugas.
“Lalu bagaimana dengan maling ????” serang Mahfud
“Tidak ada yang tahu pasti siapa yang mengambil uang itu,
aku berani bertaruh… saat kalian ditanya satu-satu nanti, tidak akan ada yang
berani bersaksi secara tegas., termasuk kamu” Tantang Murabbi dengan nada
menjelaskan.
Sejenak Mahfud terdiam kehabisan kata-kata mendengar
penjelasan itu.
“Tapi bukankah ada pasal peraturan dari pihak kampus
untuk membebaskan mahasiswa berorganisasi Bi” Mahfud mengalihkan pembicaraan.
“Mahfud,,, sebagai seorang mahasiswa hendaknya kamu harus
lebih sering lagi membaca buku, apa lagi kamu seorang mahasiswa fakultas
syariah. Seharusnya konsep tentang hukum dan asasnya sudah dipelajari
disemester satu lalu.”
“Di dalam hukum negara kita mengenal sebuah asas yang
disebut Lex Specialis derogatio legi
generalis, artinya, peraturan yang umum di kalahkan oleh peraturan yang
lebih khusus. Nah, artinya peraturan dari institut itu dapat di ketepikan oleh
peraturan Ma’had sebagai UPT dari institut, dan sah-sah saja jika kami
menerapkan peraturan untuk mahasantri agar tidak berorganisasi selama masih
menjadi anggota dari UPT ini. Dan yang harus kamu sadari…. Asrama ini bukan
rumah atau tempat tinggal, melainkan lembaga yang di tunjuk pihak institut untuk
meningkatkan SDM mahasiswa dalam bidang agama dan bahasa khususnya.” Tukas
murabbi.
Terdengar suara sepeda motor mendekat kearah asrama,
terlihat seorang berpakaian satpam lengkap, dengan sebatang pentungan. Iya
berhenti tepat di tiang listrik depan pagar asrama dan memukulkan pentungannya
ke tiang satu kali.
Sebuah isyarat penunjuk waktu.
Perlahan, pikiran Mahfud
mulai menemukan pencerahan baru terhadap pemahamannya keliru selama ini
terhadap asrama, tapi masih ada beberapa petanyaan yang masih menghantui dan
mengganggu pikirannya.
Teringat lagi iya, ketika
Kamil terlibat perselisihan dengan Akbar, musyrif lorong Umar dan dewan musrif
menjatuhkan sanksi administratif 50.000 kepada Kamil.
“Bagaimana dengan Kamil,
Bi…???”
“Bukankah Akbar menyumpah
serapah kepada Kamil” jelas Mahfud
“Inilah dinamika asrama Fud,
tidak semua hal yang terjadi selalu sama dengan kehidupan mu sebelum kesini,
kamu harus pandai-pandai menemoatkan dan menyesuaikan keadaan. Baik itu dengan
kawan sekamar maupun dewan musrif, kamu harus menyadari posisi mu sebagai
mahasantri, setinggi apapun kamu meludah dari bawah, ludah itu tetap akan jatuh
kebawah, berbeda dengan ludah orang yang berada di atas.”
“Kamu harus mengetahui karakter
setiap orang dan beradaptasi dengan lingkungan baru, termasuk sifat Akbar yang
agak temprament.”
“Lihatlah sejarah !!! ketika
Uni Soviet yang mencoba mempertahankan ideologi sosialisnya yang terkesan kaku
dan tidak mau menerima pengaruh dan keadaan apapun,Kamu tahu apa yang terjadi
dengan negara itu ????? ”
“Negara itu tidak pernah ada
lagi.” Kata murabbi yang terlihat sudah mulai mengantuk.
“Oh…. Dan juga, jangan men Judge apapun sebelum mengerti keadaan
yang sebenarnya.” Tambah Murabbi.
“Iya bi….,”Logika Mahfud
menjadi tak berkutik lagi, semua keresahan dan kecamuk pikirannya menjadi jinak
mendengar semua penjelasan dari murabbi. Benar-benar jinak.
Sambil mengambil buku yang
dipegang oleh Mahfud, Murabbi melanjutkan pembicaraan.
“Jangan Cuma jadi seorang
pembaca, jadilah seorang penulis juga….”
“Kenapa Bi, ?” Mahfud heran
“Kita belum tentu akan
menjadi seorang presiden, menjadi seorang pemimpin, atau menjadi seorang yang
hebat. Tapi dengan menjadi seorang penulis, kita dapat mengajari orang-orang
hebat itu bagaimana cara bersikap dan memengaruhi mereka.” Jelas Murabbi sambil
membuka buku The Lessons.
“Seperti hitler yang
terinspirasi dengan karya-karya Karl May” Sambung Mahfud
“Betul sekali…, sudah jam
dua, cepat pergi ke kamar mu”
“Iya bi….”
Perlahan-lahan dua orang itu
pergi meninggalkan balkon dan hilang ditelan kegelapan lorong, Murabbi menuju
tangga turun, dan Mahfud pergi kekamarnya dengan perasaaan yang benar-benar
damai.
Mahfud akhirnya menyadari
bahwa selama ini iya sudah salah sangka dengan semua kebijakan asrama.
TAMAT