Jaringan Jurnalis XL Idealis Untuk Bangsa yang
Pikirannya Terancam “Digembala”
Oleh : Taufik Rahman
Mahasiswa Hukum
Keluarga FSEI IAIN Antasari Banjarmasin
Sumber Foto : smartbuy.xl.co.id
Tokoh pendidikan Jepang Yukichi Fukuzawa dalam
bukunya Gakumon no Susume (Dorongan
untuk Belajar) mengatakan bahwa “Tuhan tidak menciptakan manusia yang satu
lebih rendah atau lebih tinggi dari yang lainnya. Semua manusia pasti
diciptakan sama. Yang membedakan nantinya antara yang pintar dan yang bodoh,
pada hakikatnya semata-mata adalah pendidikan. Hanya orang yang belajar dengan
sebaik-baiknya sehingga ia memiliki pengetahuan yang hebat dan akan menjadi
mulia lalu sejahtera, sedangkan yang sebaliknya akan menjadi lemah dan serba
berkekurangan.”
Berbicara tentang bagaimana peran pendidikan yang
begitu urgen dalam memberdayakan kelangsungan harkat dan martabat manusia baik
sebagai pribadi maupun suatu bangsa. Maka untuk dapat mencapai tujuan
pendidikan seperti apa yang di amanatkan undang-undang tentang fungsi dan
tujuan pendidikan, sebagaimana tertuang pada pasal 3 UU No. 20/2003 tentang
sistem pendidikan nasional yang berbunyi :
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi
warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Pada dasarnya, untuk membentuk manusia Indonesia
sebagaimana di maksud oleh undang-undang di atas diperlukanlah sebuah
sinkronisasi antara pendidikan yang dilakukan peserta didik di luar bangku
sekolah/ kuliah dengan apa yang telah mereka dapat dari para pendidik secara
forma itu. Untuk menyinkronkan hal tersebut maka ada tiga instrumen yang paling
dituntut untuk berperan aktif mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan yaitu ;
Institusi keluarga, institusi masyarakat, dan institusi media.
Kaitannya dengan memajukan dunia pendidikan, terlepas dari peran institusi
keluarga dan media dalam hal ini XL Axiata bisa dikategorikan sebagai bagian dari
institusi masyarakat yang dituntut perannya dalam memajukan pendidikan itu
sendiri.
Dalam menjalankan peranannya itu, XL Axiata bulan
lalu bersama dengan PT Indofood Sukses makmur Tbk (Indofood) dan Yayasan Karya
Salemba Empat (KSE) menggelar pelatihan kepemimpinan di Akademi Militer,
Magelang Jawa Tengah untuk 202 mahasiswa penerima beasiswa dari XL dan
Indofood. (Sumber:http://www.xl.co.id/corporate/id/ruang-media/nasional/kerjasama-xl-indofood).
Pelatihan kepemimpinan yang dilaksanakan itu secara langsung ataupun tidak
telah memberikan kontribusi aktif dalam pengembangan SDM di Indonesia –dalam hal
kepemimpinan.
Ketidaknetralan
Media dan “Gembala.”
Namun, saat kita bicara tentang sistem demokrasi
yang sekarang kita anut dalam kaitannya dengan dunia pendidikan maka demokrasi
tidak hanya bicara tentang pembinaan kepemimpinan dalam pendidikan, tetapi
lebih jauh demokrasi selalu menjunjung kebebasan berekspresi, berpendapat, dan
berpikir oleh setiap individu serta pengawasan masyarakat dan kaum muda (Baca :
Mahasiswa) untuk selalu kritis terhadap pelaku kekuasaan negara yang ada di
eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.
Belakangan kata yang terakhir sedang mengalami sebuah
guncangan dengan ketidaknetralan media dalam pemberitaan, bagaimana tidak.?
saat wajah pertelevisian di tanah air had apkan dengan kontestasi Pemilu
Presiden(9 Juli 2014) lalu, sangat nampak terlihat sekali adanya beberapa
stasiun televisi yang dalam penyiaran dan pemberian informasinya tidak
berimbang dan tidak kridebel. Keberpihakan yang jelas terlihat kepada salah
satu calon pasangan presiden membuat masyarakat dibuat kebingungan akan
kebenaran informasi yang diberikan secara subjektif. Ini kalau kita amati dari
segi keindependensian, media televisi tersebut menunjukan adanya ketidakbebasan
atau penghambaan acara televisi kepada kepentingan orang yang menginginkannya
dan secara perlahan media telah digembala oleh pemiliknya. Yang membuat iklim
demokrasi semakin terkikis adalah saat media itu selain “digembala” oleh
pemiliknya juga digunakan untuk “mengembala” pikiran masyarakat umum kearah
yang diinginkan oleh si pemilik media dan tidak lagi netral dalam
pemberitaannya –bahkan hingga saat ini sesudah PEMILU.
Lembaga Pers
Mahasiswa: Kemajuan Dunia Pendidikan dan Peranannya Kepada Masyarakat
Untuk menghentikan “pengembalaan” opini dan pola
pikir publik yang terancam oleh media yang tidak netral maka diperlukanlah
filter-filter untuk masyarakat agar bisa mendapatkan informasi yang benar dan
berimbang.
Salah satu opsi untuk memfilter itu bisa didapatkan
melalui Lembaga Pers Mahasiswa (LPM), kenapa harus LPM.? Untuk saat ini
orang-orang yang berkecimpung didunia LPM di Perguruan Tinggi dipandang sebagai
mahasiswa yang idealis, kritis, dan inovatif.
Idealis karena mereka tidak memiliki kepentingan
apapun dalam segi politis ataupun ekonomis selain menggerakan roda organisasi LPM
dan demokrasi di tingkat PT, sehingga suara dari pers-pers kampus ini merupakan
suara murni tanpa kepentingan untuk
memajukan sistem dan kondisi.
Dipandang kritis karena mereka selalu aktif
menyuarakan pendapat-pendapat dan opininya melewati buletin mingguan di kampus
terhadap fenomena ataupun kejadian yang terjadi.
Sedangkan untuk inovatif, LPM-LPM di PT sekarang
tidak hanya kritis terhadap kejadian, tetapi memiliki program-program kerja dan
kegiatan untuk memajukan Pers Kampus dan umumnya dunia pendidikan. Sebut saja
LPM SUKMA IAIN Antasari Banjarmasin yang kini sedang aktif merencanakan SUKMA
Go To School yang dalam tujuannya ingin memperkenalkan dunia jurnalistik kepada
siswa-siswa di sekolah, juga dengan SUKMA Hapus Buta Aksara yang akan memberikan
pengajaran kepada masyarakat yang tidak bisa membaca agar bisa membaca.
Tidak hanya LPM Sukma, program-program inovatif
lainnya tentu juga dimiliki oleh LPM lain di Indonesia yang potensinya akan
sangat besar.
Maka dari itu semua, berbanding lurus dengan apa
yang digagas oleh XL Axiata dalam peranannya memajukan dunia pendidikan maka
pada konteks ini seharusnya XL Axiata bisa merangkul LPM-LPM di PT untuk
menjalin kerja sama, hal itu bisa diwujudkan melalui pertama, bisa dengan
mengadakan pelatihan jurnalistik kepada LPM-LPM oleh XL Axiata sebagai bentuk
dukungan kepada LPM-LPM itu. Kedua, dengan mengadakan kerja sama untuk
melaksanakan program-program kerja dari LPM bersangkutan entah itu penerbitan
majalah untuk masyarakat luas dengan suara idealis khas mahasiswa dalam
menyuarakan budaya demokratis dan memajukan dunia pendidikan yang diusung oleh
XL Axiata atau ikut bersama memajukan pendidikan dengan mengadakan kerja sama
pada program-program yang diusung oleh LPM seperti pergi kesekolah-sekolah atau
memberantas buta huruf yang masih banyak dialami masyarakat kita.
Sehingga, dengan membentuk kerja sama dengan LPM-LPM
di Perguran Tinggi, XL Axiata bisa mewujudkan kemajuan dunia pendidikan baik
itu lewat kemajuan pers kampus ataupun ikut serta dalam program kerja pers
kampus itu dalam memerangi buta huruf dan “penggembalaan” opini dan pemikiran
masyarakat oleh media yan tidak netral dengan mengedepankan budaya idealis,
kritis, inovatif dan berintegritas.