Kamis, 12 Maret 2015

Jaringan Jurnalis XL Idealis Untuk Bangsa yang Pikirannya Terancam “Digembala”



Jaringan Jurnalis XL Idealis Untuk Bangsa yang Pikirannya Terancam “Digembala

Oleh : Taufik Rahman
Mahasiswa Hukum Keluarga FSEI IAIN Antasari Banjarmasin
Sumber Foto : smartbuy.xl.co.id

Tokoh pendidikan Jepang Yukichi Fukuzawa dalam bukunya Gakumon no Susume (Dorongan untuk Belajar) mengatakan bahwa “Tuhan tidak menciptakan manusia yang satu lebih rendah atau lebih tinggi dari yang lainnya. Semua manusia pasti diciptakan sama. Yang membedakan nantinya antara yang pintar dan yang bodoh, pada hakikatnya semata-mata adalah pendidikan. Hanya orang yang belajar dengan sebaik-baiknya sehingga ia memiliki pengetahuan yang hebat dan akan menjadi mulia lalu sejahtera, sedangkan yang sebaliknya akan menjadi lemah dan serba berkekurangan.”
Berbicara tentang bagaimana peran pendidikan yang begitu urgen dalam memberdayakan kelangsungan harkat dan martabat manusia baik sebagai pribadi maupun suatu bangsa. Maka untuk dapat mencapai tujuan pendidikan seperti apa yang di amanatkan undang-undang tentang fungsi dan tujuan pendidikan, sebagaimana tertuang pada pasal 3 UU No. 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional yang berbunyi :
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Pada dasarnya, untuk membentuk manusia Indonesia sebagaimana di maksud oleh undang-undang di atas diperlukanlah sebuah sinkronisasi antara pendidikan yang dilakukan peserta didik di luar bangku sekolah/ kuliah dengan apa yang telah mereka dapat dari para pendidik secara forma itu. Untuk menyinkronkan hal tersebut maka ada tiga instrumen yang paling dituntut untuk berperan aktif mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan yaitu ; Institusi keluarga, institusi masyarakat, dan institusi media.
Kaitannya dengan memajukan dunia pendidikan, terlepas dari peran institusi keluarga dan media dalam hal ini XL Axiata bisa dikategorikan sebagai bagian dari institusi masyarakat yang dituntut perannya dalam memajukan pendidikan itu sendiri.
Dalam menjalankan peranannya itu, XL Axiata bulan lalu bersama dengan PT Indofood Sukses makmur Tbk (Indofood) dan Yayasan Karya Salemba Empat (KSE) menggelar pelatihan kepemimpinan di Akademi Militer, Magelang Jawa Tengah untuk 202 mahasiswa penerima beasiswa dari XL dan Indofood. (Sumber:http://www.xl.co.id/corporate/id/ruang-media/nasional/kerjasama-xl-indofood). Pelatihan kepemimpinan yang dilaksanakan itu secara langsung ataupun tidak telah memberikan kontribusi aktif dalam pengembangan SDM di Indonesia –dalam hal kepemimpinan.
Ketidaknetralan Media dan “Gembala.”
Namun, saat kita bicara tentang sistem demokrasi yang sekarang kita anut dalam kaitannya dengan dunia pendidikan maka demokrasi tidak hanya bicara tentang pembinaan kepemimpinan dalam pendidikan, tetapi lebih jauh demokrasi selalu menjunjung kebebasan berekspresi, berpendapat, dan berpikir oleh setiap individu serta pengawasan masyarakat dan kaum muda (Baca : Mahasiswa) untuk selalu kritis terhadap pelaku kekuasaan negara yang ada di eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.
Belakangan kata yang terakhir sedang mengalami sebuah guncangan dengan ketidaknetralan media dalam pemberitaan, bagaimana tidak.? saat wajah pertelevisian di tanah air had apkan dengan kontestasi Pemilu Presiden(9 Juli 2014) lalu, sangat nampak terlihat sekali adanya beberapa stasiun televisi yang dalam penyiaran dan pemberian informasinya tidak berimbang dan tidak kridebel. Keberpihakan yang jelas terlihat kepada salah satu calon pasangan presiden membuat masyarakat dibuat kebingungan akan kebenaran informasi yang diberikan secara subjektif. Ini kalau kita amati dari segi keindependensian, media televisi tersebut menunjukan adanya ketidakbebasan atau penghambaan acara televisi kepada kepentingan orang yang menginginkannya dan secara perlahan media telah digembala oleh pemiliknya. Yang membuat iklim demokrasi semakin terkikis adalah saat media itu selain “digembala” oleh pemiliknya juga digunakan untuk “mengembala” pikiran masyarakat umum kearah yang diinginkan oleh si pemilik media dan tidak lagi netral dalam pemberitaannya –bahkan hingga saat ini sesudah PEMILU.
Lembaga Pers Mahasiswa: Kemajuan Dunia Pendidikan dan Peranannya Kepada Masyarakat
Untuk menghentikan “pengembalaan” opini dan pola pikir publik yang terancam oleh media yang tidak netral maka diperlukanlah filter-filter untuk masyarakat agar bisa mendapatkan informasi yang benar dan berimbang.
Salah satu opsi untuk memfilter itu bisa didapatkan melalui Lembaga Pers Mahasiswa (LPM), kenapa harus LPM.? Untuk saat ini orang-orang yang berkecimpung didunia LPM di Perguruan Tinggi dipandang sebagai mahasiswa yang idealis, kritis, dan inovatif.
Idealis karena mereka tidak memiliki kepentingan apapun dalam segi politis ataupun ekonomis selain menggerakan roda organisasi LPM dan demokrasi di tingkat PT, sehingga suara dari pers-pers kampus ini merupakan suara murni  tanpa kepentingan untuk memajukan sistem dan kondisi.
Dipandang kritis karena mereka selalu aktif menyuarakan pendapat-pendapat dan opininya melewati buletin mingguan di kampus terhadap fenomena ataupun kejadian yang terjadi.
Sedangkan untuk inovatif, LPM-LPM di PT sekarang tidak hanya kritis terhadap kejadian,  tetapi memiliki program-program kerja dan kegiatan untuk memajukan Pers Kampus dan umumnya dunia pendidikan. Sebut saja LPM SUKMA IAIN Antasari Banjarmasin yang kini sedang aktif merencanakan SUKMA Go To School yang dalam tujuannya ingin memperkenalkan dunia jurnalistik kepada siswa-siswa di sekolah, juga dengan SUKMA Hapus Buta Aksara yang akan memberikan pengajaran kepada masyarakat yang tidak bisa membaca agar bisa membaca.
Tidak hanya LPM Sukma, program-program inovatif lainnya tentu juga dimiliki oleh LPM lain di Indonesia yang potensinya akan sangat besar.
Maka dari itu semua, berbanding lurus dengan apa yang digagas oleh XL Axiata dalam peranannya memajukan dunia pendidikan maka pada konteks ini seharusnya XL Axiata bisa merangkul LPM-LPM di PT untuk menjalin kerja sama, hal itu bisa diwujudkan melalui pertama, bisa dengan mengadakan pelatihan jurnalistik kepada LPM-LPM oleh XL Axiata sebagai bentuk dukungan kepada LPM-LPM itu. Kedua, dengan mengadakan kerja sama untuk melaksanakan program-program kerja dari LPM bersangkutan entah itu penerbitan majalah untuk masyarakat luas dengan suara idealis khas mahasiswa dalam menyuarakan budaya demokratis dan memajukan dunia pendidikan yang diusung oleh XL Axiata atau ikut bersama memajukan pendidikan dengan mengadakan kerja sama pada program-program yang diusung oleh LPM seperti pergi kesekolah-sekolah atau memberantas buta huruf yang masih banyak dialami masyarakat kita.
Sehingga, dengan membentuk kerja sama dengan LPM-LPM di Perguran Tinggi, XL Axiata bisa mewujudkan kemajuan dunia pendidikan baik itu lewat kemajuan pers kampus ataupun ikut serta dalam program kerja pers kampus itu dalam memerangi buta huruf dan “penggembalaan” opini dan pemikiran masyarakat oleh media yan tidak netral dengan mengedepankan budaya idealis, kritis, inovatif dan berintegritas.