Jumat, 05 Februari 2016

PEMILWA 2016 :Antara Tanggung Jawab dan Manusia Bebas






PEMILWA 2016 :Antara Tanggung Jawab dan Manusia Bebas
 
Oleh: Taufik Rahman
(Mahasiswa Jurusan Hukum Keluarga: NIM 1301110068)

Sebenarnya, tidak ada alasan yang mengharuskan saya untuk menulis apalagi mengomentari atau bahkan menghakimi jalannya proses transisi kepemimpinan, baik di tingkat Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam maupun di tingkat Institut Agama Islam Negeri Banjarmasin. Biarlah proses itu berjalan, biarlah suara mayoritas orang-orang yang menentukan si pemenang. Tetapi tentu saja, sebagai seorang manusia yang dilatih untuk berfikir kritis (walaupun saya tidak terlalu kritis) dan demi untuk kemajuan Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam serta IAIN Antasari kedepan, tentu bukan hanya saya tetapi semua orang yang menjadi mahasiswa disini bertanggung jawab atas proses transisi itu kedepannya, baik buruk ataupun baiknya.


Lagi-lagi sebenarnya, ada beberapa hal yang mengganjal pikiran saya. Untuk itu baiknya kita urutkan satu persatu.


Tanggung Jawab

Saya memang tidak terlalu tahu siapa saja nama yang menjadi calon ketua DEMA baik ditingkat fakultas maupun institut. Taruhlah mereka adalah orang-orang yang mengabdikan dirinya ke IAIN melalui jalan politik, dalam konteks ini saya berani bertaruh sebagian besar yang menjadi calon ketua DEMA ini pada masa bakti sebelumnya juga memegang peranan penting di organisasi masing-masing, sebut saja Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ), DEMA, ataupun organisasi lainnya. baik itu sebagai ketua maupun staff ahli. Apresiasinya adalah mereka menata karir politik secara berjenjang.


Menjadi masalah kegundahan  saya adalah ketika calon ketua DEMA ini pada saat menjabat menjadi ketua di organisasi sebelumnya adalah orang yang tidak berhasil menjalankan program kerja.
Hal ini menjadi penting karena, calon yang gagal dikepemimpinan sebelumnya tidak pantas untuk medapatkan jabatan yang lebih tinggi lagi.


Apa itu kegagalan, kegagalan adalah saat program kerja yang dirancang tidak dapat dilaksanakan atau saat gagal mewujudakan visi diakhir masa kepemimpinan.


Maka dari itu, sudah saatnya bagi sang pemilih untuk kembali melihat sejauh mana pencapaian para calon dalam masa kepemimpinan sebelumnya, akan menjadi bodoh saat pemilih kembali memilih pemimpin yang dimasa lalu terbukti kegagalannya dalam mewujudkan visi ataupun program kerja.


Pemilih Cerdas

Mengutip Rene Descartes dalam Diskursus dan Metode dia menulis bahwa tidak ada satupun yang berada dibawah kekuasaan kita sepenuhnya, kecuali pikiran kita.

Pikiran ini menurutnya digunakan sebagai usaha untuk mengalahkan diri sendiri daripada menunggu nasib; karena hal itu lebih baik daripada berusaha untuk merombak tatanan dunia.


Kaitannya dengan pemilihan umum adalah dengan pilihan kita, pilihan kita mencerminkan sebebas apa pikiran kita dalam memilih. Kebebasan yang tidak terkungkung oleh bendera organisasi, baik itu merah, hijau, biru ataupun kuning.


Sebagai mahasiswa dan pemilih cerdas, sudah selayaknya kita menentukan pilihan kita sendiri berdasarkan hati dan pikiran kita, bukan oleh dorongan orang lain.\


Saat pikiran dan pilihan kita memilih hanya berdasarkan doktrin bendera organisasi, maka saya katakan tidak adalagi yang pantas anda kendalikan. Kenapa? Karena pikiran kita sudah bukan milik dan kendali kita lagi.


Tidak berpanjang lebar. Semoga kita bisa menjadi pemilih cerdas, pemilih yang  memilih bukan lantaran warna organisasi tetapi karena hati dan pikira kita sendiri.


Akhirnya, tujuan saya menulis ini bukan untuk mengajarkan cara memilih atau menghakimi siapapun dan saya tidak mengharuskan cara ini untuk diikuti. Melainkan tulisan ini saya maksudkan sebagai bahan renungan saya untuk memilih seorang pemimpin dan untuk menjelaskan bagaimana alam pikir saya.


Dan semoga tulisan pendek ini bisa berguna bagi siapapun yang membacanya, serta tidak merugikan sebagian lainnya. Mudah-mudahan semua pembaca yang budiman dapat menangkap dan menerima ketulusan tulisan saya ini. Amien.