PEMILWA 2016 :Antara Tanggung Jawab dan Manusia
Bebas
Oleh: Taufik Rahman
(Mahasiswa Jurusan Hukum Keluarga: NIM 1301110068)
Sebenarnya, tidak ada alasan
yang mengharuskan saya untuk menulis apalagi mengomentari atau bahkan
menghakimi jalannya proses transisi kepemimpinan, baik di tingkat Fakultas
Syariah dan Ekonomi Islam maupun di tingkat Institut Agama Islam Negeri
Banjarmasin. Biarlah proses itu berjalan, biarlah suara mayoritas orang-orang
yang menentukan si pemenang. Tetapi tentu saja, sebagai seorang manusia yang
dilatih untuk berfikir kritis (walaupun saya tidak terlalu kritis) dan demi
untuk kemajuan Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam serta IAIN Antasari kedepan,
tentu bukan hanya saya tetapi semua orang yang menjadi mahasiswa disini
bertanggung jawab atas proses transisi itu kedepannya, baik buruk ataupun
baiknya.
Lagi-lagi sebenarnya,
ada beberapa hal yang mengganjal pikiran saya. Untuk itu baiknya kita urutkan
satu persatu.
Tanggung Jawab
Saya memang tidak
terlalu tahu siapa saja nama yang menjadi calon ketua DEMA baik ditingkat
fakultas maupun institut. Taruhlah mereka adalah orang-orang yang mengabdikan
dirinya ke IAIN melalui jalan politik, dalam konteks ini saya berani bertaruh
sebagian besar yang menjadi calon ketua DEMA ini pada masa bakti sebelumnya
juga memegang peranan penting di organisasi masing-masing, sebut saja Himpunan
Mahasiswa Jurusan (HMJ), DEMA, ataupun organisasi lainnya. baik itu sebagai
ketua maupun staff ahli. Apresiasinya adalah mereka menata karir politik secara
berjenjang.
Menjadi masalah
kegundahan saya adalah ketika calon
ketua DEMA ini pada saat menjabat menjadi ketua di organisasi sebelumnya adalah
orang yang tidak berhasil menjalankan program kerja.
Hal ini menjadi penting
karena, calon yang gagal dikepemimpinan sebelumnya tidak pantas untuk
medapatkan jabatan yang lebih tinggi lagi.
Apa itu kegagalan,
kegagalan adalah saat program kerja yang dirancang tidak dapat dilaksanakan
atau saat gagal mewujudakan visi diakhir masa kepemimpinan.
Maka dari itu, sudah
saatnya bagi sang pemilih untuk kembali melihat sejauh mana pencapaian para
calon dalam masa kepemimpinan sebelumnya, akan menjadi bodoh saat pemilih
kembali memilih pemimpin yang dimasa lalu terbukti kegagalannya dalam
mewujudkan visi ataupun program kerja.
Pemilih Cerdas
Mengutip Rene Descartes
dalam Diskursus dan Metode dia menulis bahwa tidak ada satupun yang berada
dibawah kekuasaan kita sepenuhnya, kecuali pikiran kita.
Pikiran ini menurutnya
digunakan sebagai usaha untuk mengalahkan diri sendiri daripada menunggu nasib;
karena hal itu lebih baik daripada berusaha untuk merombak tatanan dunia.
Kaitannya dengan
pemilihan umum adalah dengan pilihan kita, pilihan kita mencerminkan sebebas
apa pikiran kita dalam memilih. Kebebasan yang tidak terkungkung oleh bendera
organisasi, baik itu merah, hijau, biru ataupun kuning.
Sebagai mahasiswa dan
pemilih cerdas, sudah selayaknya kita menentukan pilihan kita sendiri
berdasarkan hati dan pikiran kita, bukan oleh dorongan orang lain.\
Saat pikiran dan
pilihan kita memilih hanya berdasarkan doktrin bendera organisasi, maka saya
katakan tidak adalagi yang pantas anda kendalikan. Kenapa? Karena pikiran kita
sudah bukan milik dan kendali kita lagi.
Tidak berpanjang lebar.
Semoga kita bisa menjadi pemilih cerdas, pemilih yang memilih bukan lantaran warna organisasi
tetapi karena hati dan pikira kita sendiri.
Akhirnya, tujuan saya
menulis ini bukan untuk mengajarkan cara memilih atau menghakimi siapapun dan
saya tidak mengharuskan cara ini untuk diikuti. Melainkan tulisan ini saya
maksudkan sebagai bahan renungan saya untuk memilih seorang pemimpin dan untuk
menjelaskan bagaimana alam pikir saya.
Dan semoga tulisan
pendek ini bisa berguna bagi siapapun yang membacanya, serta tidak
merugikan sebagian lainnya. Mudah-mudahan semua pembaca yang budiman dapat
menangkap dan menerima ketulusan tulisan saya ini. Amien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar