Jumat, 04 Juli 2014

Budaya Senioritas di Masa Pengenalan


Budaya Senioritas di Masa Pengenalan.

Oeh : Taufik Rahman (1301110068)
28/September/2013


            Masa awal bagi seorang siswa baru untuk bergaul di sebuah sekolah-sekolah baik itu negeri maupun swasta tidak lepas dari apa yang namanya Masa Orientasi. Yang mana disebut-sebut bahwa itu adalah masa pengenalan bagi sang siswa baru dari sekolahnya agar siswa tersebut ketika sudah memasuki  proses pembelajaran tidak canggung lagi dalam beradaptasi.
            Namun kenyataannya, di Indonesia entah sejak kapan dan sampai kapan masa pengenalan ini menjadi “momok”bagoi setiap siswa baru yang hendak memasuki jenjang sekolah yang leboih tinggi. Dan yang celakanya Persepsi tentang ketakutan hanya dirasakn oleh siswa baru yangada di negeri ini. Perasaan itu bukannya muncul dengan sendirinya tetapi dipicu oleh sebuah “budaya ” yang bisa kita namankan budaya perpeloncoan.
Di sekolah-sekolah siswa baru di jadikan objek senioritas oleh kaka kelas nya disuruh membawa barang dengan nama teka-teki  yang pada akhirnya diserahakan kepada kaka kelas seperti dijarah namun mereka berdalih ini adalh bagian dari pengembangan intelektual siswa baru itu sendiri, lalu pertanyaannya apakah itu sesui dengan nilai ketimuran di Indonesia yang menganut saling menghargai antar sesama dan normatif ?.
tidak hanya sampai disitu, banyak dari siswa lama atau bahkan semuanya berteriak-teriak tidak jelas dengan nada yang mengejek, nada kasar, dan lain sebagainya kepada siswa baru dan dalih mereka lagi-lagi “ini untuk mengembangkan mental ” sang siswa. lalu pertanyaannya apakah itu sesui dengan nilai ketimuran di Indonesia yang menganut saling menghargai antar sesama dan paham normatif ?.
“Main fisik”, push-up , sit up , lari keliling lapangan dsb. Apakah itu mendidik ? sama sekali tidak.  itu hanya memberikan efek jera tanpa adanya pemikiran dari sang siswa baru bahwa disiplin itu adalah kewajiban personal bukan paksaan, dan hal itu terbukti ketika kegiatan “MOS” yang menggunakan sistem terlambat & hukum (push up .,dsb) juga tidak memberikan sikap disiplin itu kepada siswa, buktinya ketika proses jam belajar aktif digalakan masih banyak siswa yang terlambat tanpa sadar akan kewajiban .
Di zaman saya masih aktif jadi pengurus OSIS dahulu kegiatan yang satu ini adalah kegiatan yang selalu masuk di program kerja setiap tahunnya, di saat itu sayapun masih berpikir bahwa kegiatan ini adalah penting untuk pendisiplinan dan juga disisi lain jadi ajang “senioritas” yang mana bisa dikatakan saat itu saya masih terjebak di jaman jahiliyah. Namun terlepas daripada kesalahan yang pernah saya lakukan dalam pengelolaan kegiatan di tempo dulu itu , saya mengajak sekaligus menyarankan kepada  pengurus OSIS yang sekaran untuk dapat mengubah konsep kegiatn yang keras , kasar, dan sedikit sekali pemikiran menjadi kegiatan yang berdasarkan kepada pendidikan intelektual, kompetisi, dan normatif serta kekeluargaan sehingga hal itu akan berdampak kepada KBM yang kondusif.  Dengan menghilangkan unsur kekerasan itu berarti kita telah juga menekan budaya kekerasan yang masih kental di republik ini.
Namun disisi lain juga tentu hal ini bukan lah tanggung jawab dari pengurus OSIS dan panitia pelaksana semata karena masih ada pihak yang dikatakan bertanggung jawab atas terlaksananya kegiatan ini yaitu Kesiswaan, dari bapak-ibu guru dapat mengkaji ulang kegiatan yang satu ini, karena hal ini tentu akan sangat berpengaruh di KBM, berpengaruh kepada psikologi siswa , dan seorang siswa yang psikologinya terganggu karena bentakan dan kekerasan pasti akan sulit mencerna pelajaran yang di berikan dan juga akan memicu  kekerasan lain diluar sekolah sebagaimana kegiatn ini telah memberikan banyak hal yang berkaitan dengan perpeloncoan.
Pada akhirnya untuk menutup tulisan saya ini saya akan mengutip sebuah kata-kata dari  Plato yang berbunyi : “Bagaimana anda belajar, maka seperti itu anda akan mengajar”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar