Presiden Negeri
“Masalah”Indonesia
Oleh : Taufik Rahman
9
Juli mendatang kancah perpolitikan Indonesia akan mengalami momen awal transisi
kekuasaan. Suasana tebar visi-misi terus gencar dilakukan, persaingannya tidak
hanya ada di ibu kota, tapi sudah merambah berbagai pelosok negeri. Kampanye,
orasi politik, bahkan sampai debat kandidat pun sudah dilakukan untuk
meyakinkan rakyat agar memilih calon tersebut.
Tidak
ketinggalan berbagai LSM pun ikut membuat suasana menjadi semakin hangat dengan
survei-surveinya yang menempatkan salah satu pasangan calon presiden dan wakil
presiden menjadi pemenang pada pemilu juli mendatang. Tak pelak hal ini pun
juga termasuk aspek pemberian suara dari rakyat untuk calon presiden
bersangkutan dari segi tingkat kepopuleran si calon.
Namun,
lepas dari semua hiruk pikuk yang terjadi pra pemilu ini, yang patut kita cermati
adalah gejala-gejala permasalahan yang melanda negeri ini yang sejatinya akan
dihadapi pemenang pemilu presiden nanti, sehingga sudut pandang pilihan kita
tidak hanya tertuju pada satu masalah, yang bisa saja masalah tersebut hanyalah
bagian kecil dari fenomena “gunung es” yang ada di negeri ini.
Menurut
sekretaris Jendral Partai Nasdem Patrice Rio Capella di DPP Nasdem, Jakarta. Iya
menuturkan bahwa korupsi adalah isu yang paling harus dibenahi, karena hampir
melanda seluruh instansi, baik itu eksekutif, legislatif maupun, yudikatif.
Dalam hal ini diharapkan nantinya presiden yang terpilih akan mampu memperkuat
peraturan perundang-undangan tindak pidana korupsi yang saat ini dinilai masih
kurang kuat untuk menindak para pelaku oleh kalangan pakar hukum seperti Mahfud
MD, Busyro Muqaddas, dan lain-lain, dan juga penguatan dan pembenahan dari sisi
aparat penegak keadilan dan hukum baik itu KPK, Kepolisian, kejaksaan, maupun
para hakim yang dalam fungsinya tersebut harus tetap dan selalu diawasi dengan baik.
Lepas
dari persoalan korupsi yang akan dihadapi nantinya, presiden terpilih juga akan
dihadang oleh beberapa persoalan besar lainnya, seperti ketidak percayaan
masyarakat kepada lembaga peradilandan penegak hukum yang pada gilirannya kalau
tidak segera dibenahi, dimasa yang akan datang masyarakat bisa saja tidak lagi
menaati peraturan peraturan dan undang-undang yang berlaku.
Krisis
ketidakpercayaan tidak hanya menerpa instansi yudikatif, tetapi juga menghantam
lembaga legislatif, yang saat ini dirasa kurang bisa- bahkan dianggap tidak
mampu menunaikan amanat Undang-undang Dasar 1945 pasal 20 A ayat (1) tentang
fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan yang dimiliki oleh DPR. Dikatakan
kurang mampu menjalankan fungsinya karena dalam beberapa kali kesempatan rapat,
banyak dari anggota dewan yang bolos rapat sehingga menyisakan kursi-kursi
kosong tak bertuan di gedung kehormatan.
Tidak
hanya “korupsi waktu” anggota dewan ini pun bahkan sampai benar-benar melakukan
tindak pidana korupsi, sebut saja Luthfi Hasan Ishaq, Anas Urbaningrum,
Nazaruddin, Angelina Sondakh dan puluhan nama lainnya yang membuktikan buruknya
kinerja anggota DPR saat ini.
Tak
kalah pelik, dari permasalahan yang bergejolak diranah politik, di bidang
kesehatan pun ada beberapa masalah yang akan menjadi pekerjaan rumah presiden
terpilih nanti.
Tingginya
angka kematian ibu dalam melahirkan. Berdasarkan hasil survei demografi dan
kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 angaka kematian ibu mencapai 359nper 100 ribu
kelahiran hidup. Padahal dalam survei yang sama pada 2007, angka kematian ibu
228 per 100 ribu kelahiran hidup.
Hal
ini memunculkan simpulan bahwa telah terjadi degradasi kualitas kesehatan
wanita Indonesia dalam melahirkan. Pada permasalahan ini, nantinya siapapun
yang menang di pilpres juni nanti diharapkan akan mampu memberikan solusi
konkrit seperti peningkatan mutu kesehatan wanita Indonesia sebelum dan selama
iya hamil, dan juga diharapkan nantinya presiden terpilih mampu memberikan
solusi inovatif dalam meningaktkan taraf kesehatan masyarkat Indonesia pada
umumnya, dan khususnya pada penanggulangan penyebaran HIV/AIDS, dan kurang gizi
yang masih banyak melanda anak-anak diwilayah Indonesia Timur.
Tidak
berhenti sampai disitu, siapapun yang menang dalam pemilu 9 Juli mendatang juga
harus menghadapi persoalan ekonomi, sosial-budaya, dan lainnya, yang kalau kita
rinci satu persatu sepeti : masuknya pasar bebas ASEAN 2015 sedikit banyak akan
berdampak pada perekonomian nasional, dan kalau pemerintah nanti tidak cakap dalam
membuat kebijakan, bisa-bisa akan menghancurkan para pengusaha dalam negeri.
Tidak hanya dampak negatif
sebetulnya yang akan terjadi, namun adanya pasar bebas ini jika disambut dengan
kebijakan dan strategi yang tepat tentunya akan membawa peningkatan dan
kemajuan perekonomian Indonesia.
Kemudian
juga, dengan adanya pasar bebas ASEAN-China di tahun 2015 nanti, akan memicu
lebih besar lagi pengaruh dan produk asing ke Indonesia, baik itu produk halal
maupun haram, baik itu pengaruh positif dan negatif. Salah satu produk dan
pengaruh yang sangat berbahaya bagi bagi bangsa Indonesia adalah narkoba yang
setelah dibuka pasar bebas nantinya dikhawatirkan akan lebih luas lagi
cengkramannya terhadap generasi muda Indonesia.
Menurut
data yang dirilis oleh BNN nantinya akan ada 5 juta pengguna narkoba di
Indonesia pada tahun 2015, dari data tersebut sangat diperlukan adanya
pencegahan baik itu preventif maupun persuasif baik dari pihak guru, orang tua,
maupun pemerintahyang nantinya akan memegang tampuk kekuasaan, karena jika
tidak ada usaha apapun dari pihak terkait, tentunya bangsa ini akan mengalami
kerusakan multi-generasi.
Maka
dalam tataran ini, menghadapi berbagai permasalahan multi-dimensi yang
berkembang dan menimpa negeri ini sesuai dengan penjelasan diatas maka
sejatinya pemilu 2014 ini merupakan langkah awal kita menuju pembaharuan dan
kemajuan Indonesia dimasa depan, dengan catatan pemimpin yang terpilih nanti
harus mumpuni di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya,kesehatan, dan berbgai
bidang lainnya, sehingga akan memunculkan kebijakan yang pro terhadap
kepentingan dan kemauan rakyat, dan juga pernyataan klasik “tidak ada manusia
yang sempurna” harus di tiadakan dalam perilaku pemimpin yan terpilih nanti,
karena pemimpin terpilih harus berupaya keras menjalankan roda pemerintahan se
sempurna mungkin.
Lalu,
implikasinya rakyat harus memilih pemimpin yang dalam visi-misinya
memprioritaskan perbaikan-perbaikan dalam masalah diatas, tanpa hanya
terdoktrin dari tingkat popularitas calon tersebut.
Karenanya
dengan membandingkan antara visi-misi calon presiden dan permasalahan yang
terjadi sekarang ini, maka akan di dapat pilihan yang bijaksana dan relistis,
dan akan berimbas pada hilangnya permasalahan itu dari Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar