Selasa, 15 Juli 2014

Presiden Negeri “Masalah”Indonesia



Presiden Negeri “Masalah”Indonesia


Oleh : Taufik Rahman


            9 Juli mendatang kancah perpolitikan Indonesia akan mengalami momen awal transisi kekuasaan. Suasana tebar visi-misi terus gencar dilakukan, persaingannya tidak hanya ada di ibu kota, tapi sudah merambah berbagai pelosok negeri. Kampanye, orasi politik, bahkan sampai debat kandidat pun sudah dilakukan untuk meyakinkan rakyat agar memilih calon tersebut.
            Tidak ketinggalan berbagai LSM pun ikut membuat suasana menjadi semakin hangat dengan survei-surveinya yang menempatkan salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden menjadi pemenang pada pemilu juli mendatang. Tak pelak hal ini pun juga termasuk aspek pemberian suara dari rakyat untuk calon presiden bersangkutan dari segi tingkat kepopuleran si calon.
            Namun, lepas dari semua hiruk pikuk yang terjadi pra pemilu ini, yang patut kita cermati adalah gejala-gejala permasalahan yang melanda negeri ini yang sejatinya akan dihadapi pemenang pemilu presiden nanti, sehingga sudut pandang pilihan kita tidak hanya tertuju pada satu masalah, yang bisa saja masalah tersebut hanyalah bagian kecil dari fenomena “gunung es” yang ada di negeri ini.
            Menurut sekretaris Jendral Partai Nasdem Patrice Rio Capella di DPP Nasdem, Jakarta. Iya menuturkan bahwa korupsi adalah isu yang paling harus dibenahi, karena hampir melanda seluruh instansi, baik itu eksekutif, legislatif maupun, yudikatif. Dalam hal ini diharapkan nantinya presiden yang terpilih akan mampu memperkuat peraturan perundang-undangan tindak pidana korupsi yang saat ini dinilai masih kurang kuat untuk menindak para pelaku oleh kalangan pakar hukum seperti Mahfud MD, Busyro Muqaddas, dan lain-lain, dan juga penguatan dan pembenahan dari sisi aparat penegak keadilan dan hukum baik itu KPK, Kepolisian, kejaksaan, maupun para hakim yang dalam fungsinya tersebut harus tetap dan selalu diawasi dengan baik.
            Lepas dari persoalan korupsi yang akan dihadapi nantinya, presiden terpilih juga akan dihadang oleh beberapa persoalan besar lainnya, seperti ketidak percayaan masyarakat kepada lembaga peradilandan penegak hukum yang pada gilirannya kalau tidak segera dibenahi, dimasa yang akan datang masyarakat bisa saja tidak lagi menaati peraturan peraturan dan undang-undang yang berlaku.
            Krisis ketidakpercayaan tidak hanya menerpa instansi yudikatif, tetapi juga menghantam lembaga legislatif, yang saat ini dirasa kurang bisa­- bahkan dianggap tidak mampu menunaikan amanat Undang-undang Dasar 1945 pasal 20 A ayat (1) tentang fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan yang dimiliki oleh DPR. Dikatakan kurang mampu menjalankan fungsinya karena dalam beberapa kali kesempatan rapat, banyak dari anggota dewan yang bolos rapat sehingga menyisakan kursi-kursi kosong tak bertuan di gedung kehormatan.
            Tidak hanya “korupsi waktu” anggota dewan ini pun bahkan sampai benar-benar melakukan tindak pidana korupsi, sebut saja Luthfi Hasan Ishaq, Anas Urbaningrum, Nazaruddin, Angelina Sondakh dan puluhan nama lainnya yang membuktikan buruknya kinerja anggota DPR saat ini.
            Tak kalah pelik, dari permasalahan yang bergejolak diranah politik, di bidang kesehatan pun ada beberapa masalah yang akan menjadi pekerjaan rumah presiden terpilih nanti.
            Tingginya angka kematian ibu dalam melahirkan. Berdasarkan hasil survei demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 angaka kematian ibu mencapai 359nper 100 ribu kelahiran hidup. Padahal dalam survei yang sama pada 2007, angka kematian ibu 228 per 100 ribu kelahiran hidup.
            Hal ini memunculkan simpulan bahwa telah terjadi degradasi kualitas kesehatan wanita Indonesia dalam melahirkan. Pada permasalahan ini, nantinya siapapun yang menang di pilpres juni nanti diharapkan akan mampu memberikan solusi konkrit seperti peningkatan mutu kesehatan wanita Indonesia sebelum dan selama iya hamil, dan juga diharapkan nantinya presiden terpilih mampu memberikan solusi inovatif dalam meningaktkan taraf kesehatan masyarkat Indonesia pada umumnya, dan khususnya pada penanggulangan penyebaran HIV/AIDS, dan kurang gizi yang masih banyak melanda anak-anak diwilayah Indonesia Timur.
            Tidak berhenti sampai disitu, siapapun yang menang dalam pemilu 9 Juli mendatang juga harus menghadapi persoalan ekonomi, sosial-budaya, dan lainnya, yang kalau kita rinci satu persatu sepeti : masuknya pasar bebas ASEAN 2015 sedikit banyak akan berdampak pada perekonomian nasional, dan kalau pemerintah nanti tidak cakap dalam membuat kebijakan, bisa-bisa akan menghancurkan para pengusaha dalam negeri.
Tidak hanya dampak negatif sebetulnya yang akan terjadi, namun adanya pasar bebas ini jika disambut dengan kebijakan dan strategi yang tepat tentunya akan membawa peningkatan dan kemajuan perekonomian Indonesia.
            Kemudian juga, dengan adanya pasar bebas ASEAN-China di tahun 2015 nanti, akan memicu lebih besar lagi pengaruh dan produk asing ke Indonesia, baik itu produk halal maupun haram, baik itu pengaruh positif dan negatif. Salah satu produk dan pengaruh yang sangat berbahaya bagi bagi bangsa Indonesia adalah narkoba yang setelah dibuka pasar bebas nantinya dikhawatirkan akan lebih luas lagi cengkramannya terhadap generasi muda Indonesia.
            Menurut data yang dirilis oleh BNN nantinya akan ada 5 juta pengguna narkoba di Indonesia pada tahun 2015, dari data tersebut sangat diperlukan adanya pencegahan baik itu preventif maupun persuasif baik dari pihak guru, orang tua, maupun pemerintahyang nantinya akan memegang tampuk kekuasaan, karena jika tidak ada usaha apapun dari pihak terkait, tentunya bangsa ini akan mengalami kerusakan multi-generasi.
            Maka dalam tataran ini, menghadapi berbagai permasalahan multi-dimensi yang berkembang dan menimpa negeri ini sesuai dengan penjelasan diatas maka sejatinya pemilu 2014 ini merupakan langkah awal kita menuju pembaharuan dan kemajuan Indonesia dimasa depan, dengan catatan pemimpin yang terpilih nanti harus mumpuni di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya,kesehatan, dan berbgai bidang lainnya, sehingga akan memunculkan kebijakan yang pro terhadap kepentingan dan kemauan rakyat, dan juga pernyataan klasik “tidak ada manusia yang sempurna” harus di tiadakan dalam perilaku pemimpin yan terpilih nanti, karena pemimpin terpilih harus berupaya keras menjalankan roda pemerintahan se sempurna mungkin.
            Lalu, implikasinya rakyat harus memilih pemimpin yang dalam visi-misinya memprioritaskan perbaikan-perbaikan dalam masalah diatas, tanpa hanya terdoktrin dari tingkat popularitas calon tersebut.
            Karenanya dengan membandingkan antara visi-misi calon presiden dan permasalahan yang terjadi sekarang ini, maka akan di dapat pilihan yang bijaksana dan relistis, dan akan berimbas pada hilangnya permasalahan itu dari Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar