Selasa, 02 Agustus 2016

Resensi To Kill A Mockingbird

To Kill A Mockingbird
Judul : To Kill A Mockingbird
Penulis : Harper Lee
Hal        : 396



Hanya karena kita telah tertindas selama seratus tahun sebelum kita mulai melawan, bukanlah alasan bagi kita untuk tidak berusaha menang...
Sumber: To Kill A Mockingbird
Harper Lee

Kau tidak akan pernah bisa memahami seseorang hingga kau melihat segala sesuatu dari sudut pandangnya, hingga kau menyusup ke balik kulitnya dan menjalani hidup dengan caranya.

Harper Lee
 
Tema buku ini berawal dari perang saudara (Civil War) Amerika Serikat antara Uni dan Konfederasi yang berbeda dalam menyikapi masalah perbudakan orang kulit hitam. Ternyata, jauh setelah Uni memenangkan perang tersebut, orang-orang selatan (konfederasi) –walaupun tidak lagi memperbudak nigger (orang kulit hitam), mereka masih saja memiliki sikap, prasangka dan perasaan yang menganggap orang kulit hitam adalah sampah, tidak sederajat dan tidak memiliki tempat. Bermula dari latarbelakang demikianlah, Harper Lee mencoba meramu novel ini.
Bercerita dari sudut pandang anak perempuan berumur 9 tahun –Scout Finch, Harper Lee mencoba menampilkan penilaiannya terhadap anggapan umum orang-orang selatan tentang orang kulit hitam sekaligus juga sifat alami manusia yang mencoba memahami manusia lainnya, namun dengan cara yang salah.
Awalnya, Scout bersama kakak laki-lakinya Jem menjalani hari-hari yang menyenangkan seperti anak-anak biasanya. Bermain dirumah pohon, main peran hingga kejailan mengganggu tetangga yang tidak pernah keluar rumah. Namun dalam waktu singkat hal itu berubah, mereka tidak lagi dapat menikmati hari-hari mereka dengan tenang lantaran ayah mereka Atticus Finch memutuskan membela seorang negro bernama Tom Robinson yang dituduh memperkosa seorang bernama Mayela Ewel. Hinaan tetangga, teman sekolah, sepupu dan warga kota tentang Atticus pencinta negro pun tak terelakan dari keseharian mereka setelah itu.
Hari-hari mereka penuh dengan tekanan dan prasangka, sikap warga Maycomb County yang mempergunjingkan tentang pencinta nigger membuat mereka murung dan mempertanyakan bagaimana sikap itu bisa terjadi, bahkan Jem dengan lugu dalam salah satu dialog dibuku ini mencoba membagi jenis-jenis manusia dan mereka saling tidak menyukai satu sama lain yang oleh Scout disanggah bahwa hanya ada satu jenis manusia, yaitu manusia.
Tentang judul To Kill A Mockingbird, sebenarnya adalah analogi dari burung yang mengeluarkan suaranya untuk menghibur orang lain, tetapi tidak memakan tanaman dari kebun atau tanaman orang lain. Burung ini tidak menggangu orang lain, oleh karena itulah Atticus menyebut akan berdosa apabila manusia membunuh burung ini. Analogi untuk mockingbird dalam novel ini adalah Tom Robinson yang seorang negro dan Arthur Ridley (Boo Ridley) tetangga warga Maycomb yang tidak pernah bersosialisasi keluar rumah.
Bagaimana Harper Lee secara tersirat menggambarkan bahwa sikap manusia untuk memahami manusia lainnya dengan isu, gosip, prasangka, pergunjingan dan hinaan sama sekali bukanlah cara memhami yang benar. Cara-cara itu bukannya menyampaikan kepada memahami tetapi malah berujung kepada fitnah dan cerita-cerita tidak benar karena penafsirannya tidak berdasarkan fakta yang sesungguhnya.
Klimaks pada novel ini terjadi berkali-kali, ketegangan, kelucuan khas anak-anak, kebijaksanaan khas orang tua yang egaliter diramu secara cermat sehingga kita tidak melulu disuguhi ketegangan ataupun humor yang berlebihan, semuanya ditempatkan secara proporsional.
Jika dilihat dari asal penulisnya yang berasal dari Alabama (Selatan) buku ini bisa dikatakan meruntuhkan dan menantang tradisi orang selatan yang penuh prasangka terhadap orang negro. Tardisi yang telah berakar sangat lama, jauh lama sekali sebelum penulisnya lahir.
Alhasil, semoga ulasan ini bisa menggugah selera baca kawan-kawan sekalian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar